Monday, February 8, 2010

Aku Rindu Suara Vespamu

Barusan aku mendengar suara knalpot vespa di depan rumah. Aku kaget. Sambil takut-takut, aku mengintip dari jendela. Jauh di dalam hatiku, aku berharap suara bising itu datang dari knalpot vespamu. Ternyata bukan. Hanya sebuah vespa lewat. Kemudian aku menutup tirai dengan hati kecewa. Ah, apa sih yang aku pikirkan? Kok bisa-bisanya aku berpikiran bahwa itu suara knalpot vespamu? Kok bisa-bisanya aku berpikiran bahwa kamu akan datang ke rumahku lagi untuk, misalnya, meminta maaf? Atau setidaknya bersilaturahmi denagan ayah ibuku? Kamu memang terlalu banyak berimajinasi, Risa! Pekikku dalam hati.
….
….
….
Sudah berapa bulan tepatnya aku tak lagi mendengar suara knalpot vespamu itu? Sepuluh bulan? Setahun? Ah, sungguh aku tak mau mengingat-ingat lagi. Tapi memori itu masih sering berputar di otakku. Aku ingat betul kapan terakhir kali ku mendengar suara knalpot vespamu. Kamu datang ke rumahku dengan vespa hitam kesayanganmu. Tak ada senyuman dan tatapan mesra seperti biasanya. Pertengkaran hebat sehari sebelumnya membuat semua hilang tanpa bekas.
Malam itu…
Malam terakhir aku melihat vespa hitam yang penuh stiker di bagian depannya itu terparkir di depan rumahku.
Malam terakhir sebelum semuanya berubah.
Hhh…

Kadang aku rindu. Bukan saja padamu. Tapi juga pada Ojes. Pada suara knalpot bisingnya yang kadang mengganggu. Pada mesin tuanya yang gampang ngadat hingga kamu harus sering bulak-balik bengkel. Aha, aku juga ingat penyakit langganan Ojes: MOGOK! Pernah suatu hari, ketika kita hendak kencan, penyakit Ojes kambuh. Alhasil, kita kencan di bengkel sambil menunggu si montir mereparasi Ojes. Dan sudah berapa kali kamu meminjam kunci inggris dan segala alat lainnya ke ayahku ketika Ojes tak bisa di starter? Tapi kamu keukeuh. Tak mau memensiunkan Ojes.

“Ojes sudah jadi bagian dari hidupku, Sa! Demi tuhan mana mungkin aku tega menjualnya…,” begitu katamu. Ya. Aku tahu Ojes sangat berarti bagimu. Aku tahu Ojes dibeli dari uang hasil keringatmu sendiri. Aku tahu kalau kamu sangat menyanyangi Ojes.Bahkan mungkin kamu lebih menyanyangi Ojes ketimbang aku. Selama tiga tahun bersamamu, kadang aku cemburu pada Ojes. Karena kamu begitu perhatian padanya. Tapi selebihnya, aku sangat berterima kasih pada Ojes. Bagaimanapun dia juga telah menjadi bagian dari kisah kita.

Ojes, kamu apa kabar? Bagaimana kondisimu sekarang? Apa masih sering mogok? Apa sekarang kamu masih mengantar Dani kemana-mana sendirian? Atau sudah adakah yang menggantikanku duduk di jok belakangmu? Oh, Sunguh aku rindu suara knalpotmu, Jes.

0 comments: