Tuesday, May 4, 2010

Cerita-cerita : Memori Altar

Bangunan ini begitu megah dan sakral. Jendelanya tinggi, dilapisi kepingan mozaik yang memantulkan warna indah. Di dalamnya, puluhan bangku yang terbuat dari kayu Mahoni berderet rapi. Bangku-bangku tersebut menghadap ke arah yang sama; patung sang juru selamat yang terpasung.

Tempat ini semakin cantik dengan dekorasi mawar putih dan hiasan pita berwarna biru di sekelilingnya. Karpet dengan warna senada terhampar dari pintu masuk sampai depan altar. Sepertinya ia tak sabar ingin diinjak sang mempelai yang tak lama lagi memasuki ruangan ini.

Aku berdiri di depan altar. Berdecak kagum dengan apa yang ku lihat. Sempurna. Aku jadi ingat tatapan tak percayamu ketika aku bisa menyewa katedral ini sebagai tempat pemberkatan pernikahan kita.

“Kamu serius? Sekarang kan Bulan Desember, biasanya Katedral itu tidak menerima acara pemberkatan pernikahan!”

“No, I dont. Nih, lihat buktinya…” jawabku seraya menyerahkan selembar kertas padamu. Kamu membacanya keras-keras.

” pernikahan atas nama Mario Wijaya dan Catherine Natasha. Katedral Santa Petrus, 18 Desember… I cant believe it!”

“You have to…”

“Rio…How come? Katedral itu selalu menjadi tempat impian menikahku sedari kecil…dan 18 Desember? aku akan menikah di hari ulang tahunku sendiri? For Christ’s shake…Sayang, aku…aku benar-benar speechless… “

“I will do everything for you, darling…”

Aku berjalan mengitari ruangan. Masih ada waktu setengah jam lagi sebelum pemberkatan dilaksanakan. Tamu pun belum berdatangan. Catherine, apa yang kamu pikirkan ya sekarang? Apa kamu sama gugupnya seperti aku? Huh, sungguh aku tak sabar ingin melihatmu dengan gaun pengantin rancangan desainer favoritmu itu. Sungguh aku tak sabar menyematkan cincin di jari manismu. Sungguh aku ingin segera mengumumkan pada dunia kalau kamu adalah istriku. Milikku.

Pandanganku kemudian tertuju ke pojok ruangan. Di sana terletak sebuah piano tua berwarna hitam. Setelah pemberkatan, aku akan memberikan kejutan untukmu. Aku akan bernyanyi sambil memainkan tuts-tuts piano untukmu. Ya, ya, ya. Mungkin ide ini terlihat konyol. Apalagi kamu tahu suara dan kemampuan bermain pianoku di bawah rata-rata. Apalagi jika dibandingkan dengan kemampuanmu. Tapi hari ini aku akan buktikan. Demi kamu, demi pernikahan kita. Tenang, aku tidak akan membuat tamu undangan kecewa. Kamu tak tahu kan kalau diam-diam aku les piano dan les vokal demi kesuksesan penampilanku nanti?

Kamu tidak pernah menyangka kan kalau aku yang akan menjadi pendampingmu? Pada awalnya juga aku berpikir demikian. Tapi bukan Mario namanya kalau tidak bisa mendapatkan yang ia inginkan. Prinsipku, tak ada yang tak mungkin dalam hidup ini. Termasuk untuk mendapatkan hatimu?

“Sinting kamu Mario!”

“Orang jatuh cinta kok dibilang sinting? Apa salah saya cinta sama kamu?”

“Tapi saya sudah punya tunangan! Saya sudah mau jadi istri orang…Kok kamu nekat banget sih???”

“Tapi belum kan? Selama belum ada pemberkatan, berarti saya masih bisa mendapatkan kamu!”

“Kamu gila, Mario! Kayak nggak ada perempuan lain aja di dunia ini…”

“Memang nggak ada. Saya yakin kamu adalah perempuan yang tepat untuk saya. Saya tahu itu sejak pertama kali bertemu kamu. Yang penting kan saya usaha dulu?”

“…”

Tentu kita tahu akhir ceritanya kan, Cathy? Akhirnya saya bisa mendapatkan kamu. Tidak gampang. Susah sekali malah. Apalagi saya harus menyusun strategi agar tidak seperti penghancur hubunganmu dengan mantan tunanganmu itu. And i won the battle. Hahahaha. Ini saja sudah membuktikan bahwa mantan tunanganmu itu tak pantas menjadi pendamping hidupmu. Kalau memang dia lelaki tulen, harusnya ia juga berusaha mempertahankanmu kan?

kreeeeeeeekkkk……

Aku menoleh ke arah pintu. Seorang perempuan paruh baya muncul dari luar ruangan. Ternyata itu ibumu. Ibumu cantik sekali. Mirip sepertimu. Aku jadi ingat bagaimana usahaku untuk mendapatkan hati ibumu. Beliau adalah satu-satunya orang yang menentang hubungan kita. Apalagi ibumu kadung simpatik dengan mantan tunanganmu itu. Tapi sepeti yang aku bilang, aku selalu bisa mendapatkan yang aku inginkan. Perihal meluluhkan hati ibumu sih kecil. Hahahhaha.

Ibumu berjalan medekatiku. Nafasnya memburu. Jalannya tergesa-gesa. Begitu sampai di hadapanku, ibumu langsung memelukku erat.

“Ada apa bu?” tiba-tiba perasaanku tak enak.

“…”

“…”

“Nak….Nak…Catherine dan ayahnya mengalami kecelakaan…kedua nyawanya tak tertolong lagi…” ujar ibumu sambil terisak.

Kemudian semua mendadak oleng. gelap. dan aku tak sadarkan diri.

0 comments: