Wednesday, July 28, 2010

Janin

“Saya tidak bisa melakukan ini,”
“Ayolah, kita sudah membicarakan ini! Kita sudah sepakat untuk melakukannya! Hari sudah semakin gelap. Ayo kita masuk! “
“Saya…saya tidak bisa. Bukan, bukan. Saya tidak mau! Ini tidak akan berhasil, sayang…Tidak akan!Apa yang kita lakukan hanya akan memperburuk keadaan. Tidak akan mengubah apapun…”
“Maria, ayolah, jangan mengacaukan semuanya!”
“Sudahlah,Muhammad. Saya mau pulang!”
“Saya mohon Maria…Ayo kita masuk!Ini demi hubungan kita…DEMI KITA!!!”
“Kamu egois! Ini bukan hanya tentang KITA. Bagimana dengan orang-orang di sekitar kita? Bagaimana reaksi orang tua kita kalau tahu saya hamil di luar nikah?”
“Tapi ini satu-satunya cara agar kita bisa bersama, Maria! Demi tuhan,kenapa kamu jadi goyah seperti ini? Kita sudah merencanakan semua, ingat? Kita sengaja menanamkan janin di rahimmu agar bisa terus bersama! Ini satu-satunya cara agar tidak ada lagi yang menghalangi hubungan kita…”
” Rencana kita? Ini rencanamu! Saya setuju karena saya tidak berpikir jernih. Tapi setelah dipikir-pikir, ini bukan satu-satunya cara. Saya tidak akan pernah memberitahu mereka,”
“Kenapa kamu berubah seperti ini?”
“Kamu mau tahu alasannya Muhammadku sayang? Kalau saya melangkahkan kaki ke sana, ke rumah orang tua saya… kalau mereka sampai tahu saya hamil, saya jamin mereka akan lebih mengutuki kita. bukan hanya kita, melainkan juga janin yang ada di dalam kandungan saya…”
“…”
“Dan apa kamu pernah memikirkan bagaimana nasib janin ini? Jika dilahirkan, sampai kapanpun dia akan dianggap sebagai anak haram! Saya tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya nanti. ..seumur hidup dia akan dihina…anak haram, anak haram! istilah itu akan terus menempel di pundaknya sampai dia mati… saya tidak sanggup… “
“…”
“kalau sampai lahir, janin ini akan kebingungan. apakah akan mengikuti ibunya pergi misa atau mengikuti ayahnya berpuasa? dia tidak akan diterima oleh kakek-nenek mereka. apalagi jika ia memilih kepercayaan yang tak sesuai dengan keyakinan mereka…dan kita akan terus bertikai seumur hidup. terus saling curiga. baik secara langsung maupun tidak, kita akan terus mengintervensinya agar mengikuti jejak keyakinan kita… “
“itu tidak akan terjadi, Maria. Kita sudah sepakat akan membiarkan janin ini yang memilih…”
“saya ragu, sayang. Sekarang saja kita sudah egois seperti ini. Buktinya, tidak ada di antara kita yang mau mengalah. Apalagi nanti, sepuluh dua puluh tahun yang akan datang? Kita pasti ingin dia mewarisi nilai-nilai keagamaan kita… “
“Saya tidak tahu harus berkata apa. yang jelas saya melakukan ini demi kita. saya mencintai kamu, Maria! Saya akan lakukan apapun agar kita bersama…”
” ah, terlambat semuanya!kita telah melakukan kesalahan…andai saja bisa kembali ke masa lalu, saya pasti tidak akan bermain api seperti ini. demi tuhan, saya mencintai kamu, Muhammad. satu-satunya hal yang bisa membuat saya tetap hidup adalah dengan mencintai kamu… “
“…”
“bukankah seharusnya cinta adalah hal terhebat yang pernah tuhan ciptakan? Bukankah cinta milik siapa saja tanpa mengenal rongga perbedaan? bukankah ia yang menyuruh kita agar mencintai dengan tulus? Bukankah semua yang ada di muka bumi adalah kuasa-Nya, rencana-Nya? Bukankah berarti pertemuan kita termasuk ke dalamnya? kenapa tuhan sungguh tak adil? Mengapa Dia membuat kita menderita, padahal Ia yang merencanakan semua ini?”
“lalu apa yang harus kita lakukan? APA? Apa saya harus dibaptis agar kita bisa bersama? Katakan, Maria!”
“JANGAN LAKUKAN ITU, MUHAMMAD! saya tidak mau kamu dicap murtad oleh kaummu.tidak ada jalan keluar…selain ini…”
“Maria kamu mau kemana?”

“Saya mencintai janin ini, kamu harus tahu itu. ”
“Maria, JANGAN GILA KAMU! ngapain kamu ke tengah jalan gitu?? Maria ada mobil di belakangmu! Maria kemarii….Mariaaa…..mariaaaa…!!!”
BRAK!!!

percakapan: egosime, realitas, dan pikiran jahat yang kerap menguasai otak

X : saya terlalu egois. salah nggak sih ?

Y: ga salah ko, egois memang udah sifat dasar manusia buatan.

X: tapi ini beda. BEDA. I have problem in here...jiwa dan otak saya. sinting. ARGH!

Y: Ya baguslah mikirin diri sendiri? daripada mikirin orang lain yang belum jelas juntrungannya. diri sendiri aja blum bener malah sok-sokan mikirin orang lain. hahahaha. mungkin seperti itu.

X: tapi saya super egois. terlalu mikirin diri sendiri tanpa pernah mikirin bagaimana dampaknya sama orang lain. di satu sisi saya harus egois. ini pelarian saya. haduuuhhh, saya ngomong apa lagi? sinting emang sinting.

Y: mungkin otak dendrit yang sudah retak. mungkin sja sekumpulan sensorik yang ingin berontak. little rebel gitu, hahahaha.

X: mungkin. dan ini, egoisme saya ini, selalu saya anggap sebagai bentuk pemberontakan. saya capek. saya bingung. saya nggak tau diri saya yang sebenarnya. saya merasa nggak bahagia. saya nggak tau. saya takut...

Y: aneh. disini, kamu membuat takut dirti kamu sendiri akan sesuatu yang belum pasti ke depannya. sepintar-pintarnya kamu nyari kebahagiaan, kamu nggak bakal nemuin itu. karena sebenarnya kebahagiaan itu ada disekeliling kamu. tanpa kamu sadari, kamu tidak akan pernah bahagia apabila kamu tidak pernah puas. sebenarnya ini cuma pemikiran-pemikiran kamu aja yang membuat kamu berpikir seperti itu.

X: kenapa sih saya gini? saya takut. saya selalu ngerasa nggak bahagia, sendiorian, gundah. saya kenapa sih? astagfirullah... aneh, aneh, aneh! saya nggak mau mikir gini, demi Allah. saya nggak mau suudzon sama Allah. tapi kadang saya suka nggak habis pikir kenapa Allah menghadapkan ini sama saya. kadang saya marah sama Allah. kadang saya merwasa ini yang disebut ujian untuk naik "level". nggak tau absurd gini...

Y: yang baik menurut km belum tentu baik menurut tuhan, berlaku juga sebaliknya. karena tuhan punya rahasia sendiri untuk para umatnya. itu cuma pikiran kamu aja yang ngebuat kamu berpikir seperti itu. semakin kamu berpikir seperti itu, semakin kamu yakin akan hal itu. pikiran menguasai tingkah laku pemiliknya.

X: SO WHAT IS GOING ON WITH MY MIND? kenapa saya mikirnya gini terus? saya nggak mau mikir gini terus. apa saya terlalu idealis? jadi begitu semua nggak sesuai saya jatoh ke jurang paling dalam. saya nggak terima kenyataan?atau APA? mau nangiiiss....dari dulu saya gini terus. saya nggak tau mesti gimana. ngomong sama siapa. am freak. sumpah! sinting ah!

Y: jalan keluarnya gampang kok. kalau kamu nggak mau berpikir seperti itu, ya nggak usah berpikir seperti itu. simple

X : i have problem with myself. i always know that. but i couldn't tell anyone. they will not understand. so do you. no one could. coz am the only one who know the way out. karena semua tergantung saya kan? saya cuma manusia biasa. saya bukan tipe orang yang bisa cerita tentang hal pribadi ke semua orang. tapi kadang saya butuh teman bicara. thanks for listenig. danke.

percakapan: egosime, realitas, dan pikiran jahat yang kerap menguasai otak

X : saya terlalu egois. salah nggak sih ?

Y: ga salah ko, egois memang udah sifat dasar manusia buatan.

X: tapi ini beda. BEDA. I have problem in here...jiwa dan otak saya. sinting. ARGH!

Y: Ya baguslah mikirin diri sendiri? daripada mikirin orang lain yang belum jelas juntrungannya. diri sendiri aja blum bener malah sok-sokan mikirin orang lain. hahahaha. mungkin seperti itu.

X: tapi saya super egois. terlalu mikirin diri sendiri tanpa pernah mikirin bagaimana dampaknya sama orang lain. di satu sisi saya harus egois. ini pelarian saya. haduuuhhh, saya ngomong apa lagi? sinting emang sinting.

Y: mungkin otak dendrit yang sudah retak. mungkin sja sekumpulan sensorik yang ingin berontak. little rebel gitu, hahahaha.

X: mungkin. dan ini, egoisme saya ini, selalu saya anggap sebagai bentuk pemberontakan. saya capek. saya bingung. saya nggak tau diri saya yang sebenarnya. saya merasa nggak bahagia. saya nggak tau. saya takut...

Y: itu ada disekeliling kamu. tanpa kamu sadari, kamu tidak akan pernah bahagia apabila kamu tidak pernah puas. sebenarnya ini cuma pemikiran-pemikiran kamu aja yang membuat kamu berpikir seperti itu.

X: kenapa sih saya gini? saya takut. saya selalu ngerasa nggak bahagia, sendiorian, gundah. saya kenapa sih? astagfirullah... aneh, aneh, aneh! saya nggak mau mikir gini, demi Allah. saya nggak mau suudzon sama Allah. tapi kadang saya suka nggak habis pikir kenapa Allah menghadapkan ini sama saya. kadang saya marah sama Allah. kadang saya merwasa ini yang disebut ujian untuk naik "level". nggak tau absurd gini...

Y: yang baik menurut km belum tentu baik menurut tuhan, berlaku juga sebaliknya. karena tuhan punya rahasia sendiri untuk para umatnya. itu cuma pikiran kamu aja yang ngebuat kamu berpikir seperti itu. semakin kamu berpikir seperti itu, semakin kamu yakin akan hal itu. pikiran menguasai tingkah laku pemiliknya.

X: SO WHAT IS GOING ON WITH MY MIND? kenapa saya mikirnya gini terus? saya nggak mau mikir gini terus. apa saya terlalu idealis? jadi begitu semua nggak sesuai saya jatoh ke jurang paling dalam. saya nggak terima kenyataan?atau APA? mau nangiiiss....dari dulu saya gini terus. saya nggak tau mesti gimana. ngomong sama siapa. am freak. sumpah! sinting ah!

Y: jalan keluarnya gampang kok. kalau kamu nggak mau berpikir seperti itu, ya nggak usah berpikir seperti itu. simple

X : i have problem with myself. i always know that. but i couldn't tell anyone. they will not understand. so do you. no one could. coz am the only one who know the way out. karena semua tergantung saya kan? saya cuma manusia biasa. saya bukan tipe orang yang bisa cerita tentang hal pribadi ke semua orang. tapi kadang saya butuh teman bicara. thanks for listenig. danke.

percakapan: egosime, realitas, dan pikiran jahat yang kerap menguasai otak

X : saya terlalu egois. salah nggak sih ?

Y: ga salah ko, egois memang udah sifat dasar manusia buatan.

X: tapi ini beda. BEDA. I have problem in here...jiwa dan otak saya. sinting. ARGH!

Y: Ya baguslah mikirin diri sendiri? daripada mikirin orang lain yang belum jelas juntrungannya. diri sendiri aja blum bener malah sok-sokan mikirin orang lain. hahahaha. mungkin seperti itu.

X: tapi saya super egois. terlalu mikirin diri sendiri tanpa pernah mikirin bagaimana dampaknya sama orang lain. di satu sisi saya harus egois. ini pelarian saya. haduuuhhh, saya ngomong apa lagi? sinting emang sinting.

Y: mungkin otak dendrit yang sudah retak. mungkin sja sekumpulan sensorik yang ingin berontak. little rebel gitu, hahahaha.

X: mungkin. dan ini, egoisme saya ini, selalu saya anggap sebagai bentuk pemberontakan. saya capek. saya bingung. saya nggak tau diri saya yang sebenarnya. saya merasa nggak bahagia. saya nggak tau. saya takut...

Y: itu ada disekeliling kamu. tanpa kamu sadari, kamu tidak akan pernah bahagia apabila kamu tidak pernah puas. sebenarnya ini cuma pemikiran-pemikiran kamu aja yang membuat kamu berpikir seperti itu.

X: kenapa sih saya gini? saya takut. saya selalu ngerasa nggak bahagia, sendiorian, gundah. saya kenapa sih? astagfirullah... aneh, aneh, aneh! saya nggak mau mikir gini, demi Allah. saya nggak mau suudzon sama Allah. tapi kadang saya suka nggak habis pikir kenapa Allah menghadapkan ini sama saya. kadang saya marah sama Allah. kadang saya merwasa ini yang disebut ujian untuk naik "level". nggak tau absurd gini...

Y: yang baik menurut km belum tentu baik menurut tuhan, berlaku juga sebaliknya. karena tuhan punya rahasia sendiri untuk para umatnya. itu cuma pikiran kamu aja yang ngebuat kamu berpikir seperti itu. semakin kamu berpikir seperti itu, semakin kamu yakin akan hal itu. pikiran menguasai tingkah laku pemiliknya.

X: SO WHAT IS GOING ON WITH MY MIND? kenapa saya mikirnya gini terus? saya nggak mau mikir gini terus. apa saya terlalu idealis? jadi begitu semua nggak sesuai saya jatoh ke jurang paling dalam. saya nggak terima kenyataan?atau APA? mau nangiiiss....dari dulu saya gini terus. saya nggak tau mesti gimana. ngomong sama siapa. am freak. sumpah! sinting ah!

Y: jalan keluarnya gampang kok. kalau kamu nggak mau berpikir seperti itu, ya nggak usah berpikir seperti itu. simple

X : i have problem with myself. i always know that. but i couldn't tell anyone. they will not understand. so do you. no one could. coz am the only one who know the way out. karena semua tergantung saya kan? saya cuma manusia biasa. saya bukan tipe orang yang bisa cerita tentang hal pribadi ke semua orang. tapi kadang saya butuh teman bicara. thanks for listenig. danke.

Saturday, July 17, 2010

Cakra dan Lysa: I Remember (edisi 3)

Akhir Desember, satu tahun yang lalu

PUTUS

P-U-T-U-S

Satu kata yang mungkin paling dihindari oleh mereka yang sedang memadu romansa. Atau sebaliknya, mungkin kata itulah yang paling ingin diucapkan ketika dua sejoli sedang dalam nelangsa. However, Breaking up with your oh-so-called-beloved-boyfriend/girlfriend is sucks, rite? Apalagi ketika kamu masih cinta padanya. Apalagi ketika kamu (sialnya) diputuskan karena alasan-alasan yang klise.

“Satu tahun bukan waktu yang sebentar, Lysa …aku takut kita nggak berhasil melewati ini,”

“Seingatku,selama hampir dua tahun pacaran, kita long distance. Lalu apa bedanya?”

“Aku akan ke Jepang Lysa, bukan di Depok!”

“ Apa gunanya manusia menciptakan teknologi bernama telepon dan internet? Kita kan masih bisa telepon, chatting, video call…kok kamu jadi ragu gini sih? Bukannya selama ini kamu yang selalu meyakinkanku kalau jarak bukan penghalang? ”

“Aku sedang fokus dengan kuliahku, Lysa…justru aku nggak mau nyakitin kamu. Kamu tau kan aku sibuk, banyak kegiatan. Aku takut nggak bisa menjadi pacar yang baik karena nggak bisa membagi waktu… ”

“Dan kamu baru bilang itu sekarang, setelah dua tahun kita pacaran? What a cliché! Is there any logic reason, Rahyang Sadewa??? You know what, You’re such a selfish person!”

“Yeah, I am. Sorry,”

“Ok, I got the point then…it’s over now. ”

“Am sorry, we’re still a friend, aren’t we?”

“Hmm,yeah, of course…”

Kenapa lelaki sering sekali memberi alasan klise ketika akan memutuskan pacarnya? Kalau memang sudah jenuh, bosan, jengah, tak cinta, atau suka sama perempuan lain, ya katakan saja! Apa susahnya sih? I know that most of women love white lies. But for me, knowing the truth is better. Even it will kills me.

Tapi ya sudahlah. Saya bukan tipe pemaksa. Saya tidak akan memaksa dia untuk tetap disini. Sebuah hubungan harus didasari atas kemauan dua orang. Kalau salah satu sudah tidak mau, ya mau apalagi?

Moreover, plenty of fish in the sea.

He’ll replacable.

I’ll fine without him.

Tidak percaya?

Hmm,oke, tidak semudah itu juga sih menggantikan posisi Rahyang.

Hmm baiklah, saya mengaku. Saya tidak baik-baik saja.

My two years relationship is over.

And the worst part is,

I’m still loving him.

ARGH!

Hari-hari berikutnya saya habiskan dengan mengurung diri di kamar. Terbukti, saya memang gadis sok kuat dengan tingkat kegengsian di atas rata-rata.

Januari

“ Welcome, new year! It’s time to forget the past and start a new life. What’s your resolutions then?”

“None.”

“Ayolah Licong...masa kamu nggak punya resolusi sih?”

“Memang harus punya resolusi? Memang ada peraturan yang mewajibkan manusia membuat resolusi tiap awal tahun?”

“Widih, galak amat Bu! Ya nggak ada peraturannya sih. Tapi kan dengan punya resolusi, kamu jadi punya target. Hal-hal apa saja yang akan kamu lakukan untuk memperbaiki diri dari tahun sebelumnya. It’ll be motivating you though…” jelas Teh Jingga sambil menyalakan rokok di tangannya.

“Jadi, apa resolusi kamu?” lanjut Teh Jingga.

“Tidak akan jatuh cinta untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. There’s no such thing as love , “

Teh Jingga kemudian menatap wajah saya lekat-lekat.

“Masih keingetan Rahyang?”

“…”

“Hhh…Licong Sayang…kamu kayak nggak pernah ngerasain patah hati aja sebelumnya. Bukankah itu konsekuensi dari mencintai? Jadi jangan bilang nggak akan jatuh cinta lagi…Pamali lho!”

“Hhh..kenapa saya kemaren mau-maunya mengantarkan Rahyang ke bandara? Argh…bodohnya!”

“Itu membuktikan kalau kamu masih peduli sama dia,”

“Ya tapi buat apa peduli sama orang yang jelas-jelas tidak memedulikan kita lagi? Lagian kok saya mau-maunya ngikutin permintaan dia! Toh itu tidak akan membuat dia kembali sama saya… ”

“Hmm, kalau bagi teteh sih, kepedulian yang didasari oleh ketulusan sudah lebih dari cukup ketimbang terus memikirkan bagaimana cara agar orang itu peduli pada kita. Terkadang memang kita harus puas dengan memberi,tanpa pernah diberi. Tapi ya kamu juga benar. Kadang-kadang segala sesuatu harus seimbang. What we usually called: take and give…ribet ya? Hahaha… udah ah Cong, jangan sedih terus. Kita nongkrong-nongkrong aja mendingan, yuk!”

“lagi nggak mood,”

“ayolaaaahhhh….kita ngopi-ngopi di daerah Dago atas”

“kan saya nggak suka kopi,”

“Heuh kamu mah meuni sagala nggak suka. Coklat, es krim, kopi…pantes aja badan kamu kurus gitu. Ya udah lah kita sightseeing di sana…”

“Hmm…ya udah, ”

***

Selasar Art Space selalu menjadi tempat favorit Teh Jingga. Ia bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengamati lukisan dan karya seni yang dipamerkan disana, menyaksikan pertunjukkan para seniman di amphitheatre, atau sekedar menikmati city view sambil menyeruput capucinno. Sepertinya Selasar Art Space juga akan menjadi tempat favorit saya. Jujur, saya langsung jatuh hati begitu pertama kali datang ke galeri tersebut.

“Serius baru pertama kali datang ke sini?” Tanya Teh Jingga dengan tatapan tak percaya. Saya mengangguk,

“You know that am not a café person…”

“it’s not just a café. . .it’s an art gallery! You ought to come to this place since a long long time ago,”

“Haha. Udah sejak lama ingin kemari. Tapi nggak pernah ada temen…I’m not that ‘’GAUL”, you know that…”

“That’s why I invite you to this place, ”

“Thanks for inviting me then ,such an honour for me, Mrs.Jingga .. “

“Wah, kayaknya lagi ada performance di amphiteathre…lihat ke sana yuk?” seru Teh
Jingga seraya mengajak saya ke tempat tersebut. Begitu sampai kesana, kami melihat seorang perempuan tengah membacakan puisi di atas panggung.

“Rame juga penontonnya. Ada acara apa sih Teh?”

“Nggak tau. Bentar Teteh Tanya dulu,” Teh Jingga kemudian bertanya kepada orang yang duduk disebelahnya.

“Anak FSRD lagi ngadain pameran seni rupa gitu katanya di tempat ini. Pertunjukkan disini juga salah satu rangkaian acara mereka katanya…”

“Oh…”

“Mau liat pamerannya nggak? Skalian ngeceng-ngeceng sama anak FSRD…ha ha ha,” seru
Teh Jingga

“Haha. Liat pamerannya sih mau. Tapi untuk ngeceng-ngecengnya nggak deh!”

“Duh, yang lagi patah hati…plenty of fish in the sea darling, believe me…!”
Saya Cuma tersenyum simpul sambil kembali memperhatikan jalannya acara. Tiba-tiba pandangan saya terhenti pada satu titik. Mata saya terfokus pada sesosok manusia yang sedang berdiri di pinggir panggung. Saya perhatikan sosok itu lekat-lekat. Sepertinya saya tak asing dengan sosok tersebut…


YA TUHAN!

“Eh, kita pesen makan yuk…Teteh udah laper nih,” Ujar Teh Jingga seraya beranjak dari tempat tersebut.

“Hmmm, Teh toilet dimana sih? Teteh duluan aja, saya mau ke toilet dulu. Nggak apa-apa kan?”

Teh Jingga mengangguk sambil menunjukkan arah toilet. Setelah Teh Jingga pergi, saya kemudian mendekati panggung.

“Cakra?”

Lelaki itu menoleh.

“Lysa! Wow, kita ketemu lagi! Lagi ngapain di sini?”

“Hahaha, such a coincidence again! Sepupu saya lagi ingin ngopi, jadi saya temenin deh. Kamu sendiri?”

“there’s no such thing as coincidence! Fakultas saya lagi ngadain pameran seni rupa gitu. Nah, saya jadi panitia sekaligus pengisi acara. Eh, saya udah disuruh tampil nih. Kamu jangan kemana-mana ya! Jangan ngilang kayak pas lomba foto waktu itu!”
Saya mengangguk.

“Eh, beneran! Jangan kemana-mana! Saya tampil Cuma 15 menit kok,”
Saya mengangguk lagi.

Cakra naik ke atas panggung sambil membawa gitar. Bersama dengan tiga temannya, ia membawakan beberapa buah lagu secara akustik. Well, I’m starting to believe that there’s no such thing as a coincidence! Tiga kali sudah kami bertemu di tempat yang tak terduga. There must be something behind our rendezvous. Something called destiny, maybe?

Anyway, lelaki bernama Cakra itu, selain jago memotret juga ternyata mahir bermain gitar. Saya sedang terhanyut dengan penampilan Cakra dan bandnya ketika tiba-tiba ponsel saya berdering.

“Heh, kamu lagi ngapain sih? Kok ke toilet lama banget??? ”

Ya ampun, Teh Jingga!

“Eh, teteh maaafff…..saya ketemu temen disini. Dia minta saya untuk liat performance nya. Ya udah bentar lagi saya ke sana ya selesai dia manggung. Atau teteh mau kesini?”

“Oh ya udah kamu liat aja dulu. Teteh juga lagi hotspotan kok…”

“Ok Teh, makasih ya. Nanti kalau udah selesai saya langsung ke sana ya…”

Klik.

Cakra baru saja menyelesaikan lagu terakhirnya. Tak lama kemudian dia turun dari panggung dan menghampiri saya.

“Ternyata kamu anak band juga?”

“Haha. Ya begitulah. Mengisi waktu luang. Sama kayak fotografi, iseng-iseng aja. Daripada nggak ada kegiatan,”

“Kenapa nggak diseriusin aja? Seems like you’re potential in those fields”

“ Saya sama anak-anak juga lagi mau buat EP. Kalau untuk fotografi sendiri, jujur aja, saya mulai berpikir untuk menggelutinya secara serius. Apalagi setelah ikut lomba kemarin,”

“Baguslah kalau begitu! Ohya, hadiahnya dipakai buat apa? Secara dapet lima juta….hahahaha”

“Sebagian saya tabung buat beli lensa. Sebagian lagi saya kasih buat Bu Ratna,”

“Bu Ratna? Ibu kamu?”

“Bukan, bukan. Ibu Ratna itu objek yang ada di foto saya. Kamu masih inget kan foto saya? Setelah peristiwa KDRT itu, saya membawa beliau ke sebuah LSM. Beliau nggak punya saudara di Bandung. Nggak punya tempat tinggal, nggak punya kerjaan… Saya emang nggak bisa ngasih banyak. Tapi setidaknya beliau bisa menyambung hidupnya. Kadang saya ngerasa bersalah. Saya motret seseorang yang lagi kena musibah, trus saya dapet juara lagi. Seperti mendapat keuntungan di atas penderitaan orang lain, ”

“Tapi kan kamu nggak sengaja ketemu Bu Ratna? Lagian bagi Bu Ratna, mungkin kamu adalah penyelamat hidupnya…Trus gimana keadaan Bu Ratna dan anak-anaknya? Beliau tinggal dimana sekarang?”

“Bu Ratna masih tinggal di Rumah Pelangi. Dari hari itu saya belum sempat mengunjungi Bu Ratna lagi. Malah saya baru mau ngasih uang itu besok…Kamu mau ikut? Ya kali aja kamu nggak ada kegiatan. Kalau nggak salah, besok juga akan ada gathering… kamu bisa cari tau soal KDRT dan sebagainya. Nyambung juga kan sama kuliah kamu?”

“Liconnngg, udah selesai belum urusannya? Teteh sendirian nih di sana…” tiba-tiba terdengar suara Teh Jingga memanggil nama saya.

“Udah kok Teh…eh iya, kenalin ini temen saya, Cakra. Cakra, kenalin ini Jingga, sepupu saya.”

Mereka pun berkenalan.

“Hmm…ohya, Cakra, sepertinya menarik. Tapi lihat besok deh ya! Kalau gitu saya duluan ya. Terima kasih atas tawarannya,“

“Oke. Saya minta nomer handphone kamu deh,biar besok gampang kabar-kabarinya.”
Kami bertukar nomor ponsel. Setelah itu saya beranjak dari tempat tersebut. Teh Jingga langsung menginterogasi saya dengan berbagai pertanyaan.

“Kok kamu nggak cerita punya temen sekeren itu?”

“Orang baru kenal juga kok Teh…”

“Kenal dimana? ”

“Wah bingung juga nyeritainnya…” saya kemudian menjelaskan asal mula mengenal Cakra.

“Aneh bangeeet!!! Terus dia minta nomer hape kamu buat apa? Cieeeeeeeee…”

“Cie kenapa lagi ini? Dia mau ngajakin saya ke LSM besok. Ah,tapi saya nggak akan terima tawaran dia. Kenal aja belum, ”

***

Akhirnya saya menerima ajakan Cakra. He’s stranger, I know. Tapi tawarannya memang menarik. Dia mengajak saya ke tempat yang selalu saya ingin kunjungi. Dia juga terlihat seperti orang baik-baik. Selain pintar, multitalenta…

Oke,oke. Cukup!

Sebenarnya, keputusan ini juga tidak diambil sembarangan. Saya telah berkonsultasi dengan Madam Jingga mengenai hal ini. Dia malah mendukung saya dengan kata-kata mujarabnya:

“ Kapan lagi kamu jalan bareng sama lelaki keren kayak gitu! Kalau Teteh jadi kamu, udah teteh terima ajakannya langsung…”

“Terus gimana kalau sebenarnya dia adalah agen penjualan organ tubuh illegal? Gimana kalau Saya diculik terus dimutilasi? Gimana kalau jantung dan mata saya dicongkel?”

“Hush, kamu kebanyakan nonton sinetron! jangan berpikiran negatif gitu ah! Kamu tetep terima tawaran dia. Kalau ada apa-apa langsung hubungi teteh ya! Kalau dia mulai bertindak aneh-aneh, langsung teriak aja! Lari sekencang-kencangnya!”
Keesokan harinya, saya bertemu Cakra di daerah Dipati Ukur. Ia sedang menunggu di halte bis ketika saya datang. Ia mengenakan kaos hitam berlapiskan kemeja flannel, celana jeans yang bagian lututnya sobek, serta sepatu converse classic. Sambil mengucir rambut sebahunya, dia menyapa saya.

“Hei, apa kabar Lysa?” ujarnya ramah. Matanya membentuk garis horizontal ketika tertawa. Semilir wangi parfum lelaki langsung tercium begitu saya mendekatinya. Well, saya baru sadar kalau dia (ternyata) memang ganteng. Tipe lelaki sejati; manly, cuek, tapi tetap terlihat keren.

“Baik. Berangkat sekarang?”

“Boleh. Yuk!” jawab Cakra sambil mematikan rokoknya. Ia kemudian mengajak saya ke parkiran motor yang tak jauh dari halte bis.

“Perkenalkan, ini Annelis. Annelis ini pacar pertama saya,” kata Cakra sambil menunjukkan motornya.

“Hahaha”

“Kok ketawa sih? Perkenalkan diri dulu dong ke pacar saya. Kalau nggak memperkenalkan diri nanti dia ngambek lho! Kalau dia mogok kan kita yang repot… ” seru Cakra dengan tampang serius.

“Masa? Oh, oke kalau begitu. Halo Annelis, saya Lysa. Salam kenal! ”
Saya kemudian mengambil helm dari tangan Cakra dan naik ke atas motornya.

Tiba-tiba Cakra memekik,

“Haduh…siaaaaallll!!!”

“Kenapa Cakra? Ada masalah?”

“Annelis nggak mau nyala. Tuh, benar kan dugaan saya. Dia pasti ngambek!”

“Ya ampun, terus kita mesti gimana nih?”

“Kita mesti melakukan ritual supaya Annelis nggak ngambek!’

“Ritual apa?”

“Ritual Annelis. Gini nih,” Cakra lalu turun dan berjalan ke depan motornya. “Nona Annelis, Lysa ini Cuma teman hamba. Makanya nyala dong! Terima kasih Nona, kecup sayang dari hamba. Mmuaaaaccchh,” Ia kemudian membungkukan badannya dan memberi
semacam penghormatan kepada Annelis.

Saya hanya terpaku. Lebih tepatnya melongo tak percaya. Dasar kelakuan seniman. Senang berimajinasi.

“Ayo giliran kamu sekarang!”

“Jangan bercanda ah kamu! ”

“Saya nggak becanda. Kamu mau ke Rumah Pelangi sambil jalan kaki?” jawabnya dengan
tampang serius.

Akhirnya saya menuruti kata Cakra. Saya turun dari motor dan mulai melakukan Ritual Annelis.

“Jangan lupa kata kunci: Nona Annelis, hamba, dan kecup sayang!”

“Halo Nona Annelis…Hamba, Lysa…hmmm…ayo nyala dong Nona, saya…eh, Hamba janji nggak akan apa-apain pacar Nona…hmm…Kecup sayang dari…dari Lysabrina Alveriza…mmuuaaahh,” ujar saya sambil membungkukan badan.

Cakra kemudian tertawa terbahak-bahak.

“Tuhkaaaaannn, saya dikerjain ya???”

“Hahahahahahahahaha,”

“Gini ya perlakuan kamu sama orang yang baru dikenal?”

“Maaafff……duuuh, saya kan Cuma becanda…lagian kok mau-maunya dikerjain gitu? Salah
gue? Salah temen-temen gue? Hahahaha…”

“Siaaaal!”

“Ayo ah kita berangkat, cukup becandanya.”

“Grrr…..Awas aja pembalasan saya nanti!”

***

Rumah Pelangi adalah sebuah LSM yang memfokuskan kegiatannya pada para korban KDRT. Rumah Pelangi merupakan tempat mengadu, berbagi, dan berlindung bagi para perempuan dan anak-anak yang mengalami KDRT. Di sini juga terdapat healing process bagi mereka yang mengalami trauma pasca KDRT. Setiap satu bulan sekali, Rumah Pelangi mengadakan gathering. Selain sesi sharing, gathering ini juga biasanya dimeriahkan oleh pameran dan pertunjukkan seni.

“Pamerannya macem-macem…ada pameran makanan, handycraft, macem-macem deh. Biasanya yang bikin anggota LSM. Yang beli juga mereka-mereka lagi. Meskipun Rumah Pelangi tergolong LSM kecil, tapi perkembangannya sangat masif. Bahkan Mbak Lastri pernah mengundang Menteri Pemberdayaan Wanita ke gathering lho, ”papar Cakra.

“Wow…! Mbak Lastri pemilik LSM ini?”

“Ya. Nanti saya kenalin. Kamu pasti suka ngobrol sama dia. Orangnya asyik dan inspiring,”

“Kamu kok tau banyak soal Rumah Pelangi? Kamu aktivis disini juga? Jujur, saya baru tau ada tempat seperti ini di Bandung.”

“Nggak, saya bukan aktivis Rumah Pelangi kok. Saya juga tau tempat ini dari seorang teman. Kebetulan dia pernah jadi aktivis di sini.”

“Oh memang sekarang teman kamu kemana?”

“Dia sudah pindah ke luar kota. Eh, itu Mbak Lastri. Kita kesana yuk!” kata Cakra seraya menghampiri Mbak Lastri yang sedang sibuk mendekorasi ruangan. Mbak Lastri adalah seorang wanita berusia sekitar akhir 20-an. Wajahnya ayu, rambutnya tergerai lurus sebahu, kulitnya kuning langsat, tubuhnya sintal, fashionable, dan terlihat sangat well educated. Jika bertemu Mbak Lastri di tempat lain, saya mungkin akan mengira ia seorang CEO di sebuah perusahaan besar dengan gaji puluhan juta rupiah. Bukan seorang aktivis di sebuah LSM kecil seperti ini.

“Mbak Lastri, apa kabar? ”

“Eh Cakra…sudah lama ya nggak ketemu. Baik banget, kamu sendiri gimana?”

“Baik juga…Mbak, kenalin ini temen saya, Lysa.”

Saya pun mengulurkan tangan sambil memperkenalkan diri.

“Lysa,”

Bukannya membalas uluran tangan saya, Mbak Lastri malah terpaku. Dia mengamati saya dari ujung kepala sampai ujung kaki.

“Ada apa Mbak?” Tanya saya hati-hati.

“Eh, maaf...Nggak kenapa-kenapa. Halo Lysa, saya Lastri. Salam kenal ya…kamu teman sekampus Cakra?” kata Mbak Lastri sambil membalas uluran tangan saya.

“Bukan Mbak, saya kuliah di Fakultas Hukum.”

“Lysa, kalau kamu ingin tau seputar KDRT atau hak perempuan, bisa Tanya-tanya ke Mbak Lastri lho…” terang Cakra.

“Kamu tertarik juga dengan isu KDRT, Lysa?”

“Ya, Mbak. Tapi saya masih awam. Nggak tau apa-apa soal hak perempuan, isu KDRT, dan sebagainya.”

“Ya udah, kalau kamu mau diskusi mengenai hal itu, langsung aja datang kesini…nanti kita bisa sharing. Kalau kamu mau aktif di Rumah Pelangi juga boleh banget…” kata Mbak Lastri sambil tersenyum ramah.

“Makasih, Mbak. Dengan senang hati,” jawab saya sambil membalas senyuman Mbak Lastri.

“Kalian mau ikut gathering hari ini kan?” Tanya Mbak Lastri.

“Iya, Mbak. Ohya, gimana keadaan Bu Ratna?” jawab Cakra.

“Bu Ratna baik…Lukanya udah sembuh. Bahkan beliau bikin kue kering untuk dipamerkan hari ini. Galih juga baik-baik aja. Tapi Jaka masih belum mau bicara sama orang lain. Dia suka sekali menyendiri. Takut bertemu dengan orang lain. Jaka juga dipukuli oleh ayahnya, makanya dia terlihat sangat trauma. Saya dan pengurus lain juga sudah melakukan berbagai healing. Kami juga sudah konsultasi dengan psikolog anak mengenai masalah ini. Trauma pasca KDRT memang butuh penanganan khusus…Hhh, sekali lagi, saya tak habis pikir dengan para lelaki. Kok mereka tega menyakiti anak dan istrinya sendiri?”

“Terus suaminya sendiri sekarang dimana?” Tanya Cakra lagi.

“Tak lama setelah kamu membawa Bu Ratna kesini, seorang tetangganya datang. Dia berkata kalau suami Bu Ratna marah-marah waktu tau anak dan istrinya kabur…bahkan sampai mengancam akan membunuh siapa saja yang menyembunyikan keberadaan Bu Ratna,”

“Tapi tetangganya nggak bilang kan kalau Bu Ratna disini?”

“Nggak, kok. Setelah itu suami Bu Ratna menghilang. Terakhir saya dapat kabar kalau suaminya dipenjara karena melakukan pencurian,”

“Tindak KDRT-nya sendiri tidak dipidana?”

“Tidak. Bu Ratna sendiri yang meminta kami untuk tidak memperpanjang masalah ini. Padahal, saya dan pengurus Rumah Pelangi akan melaporkan masalah ini ke pihak berwajib. Sama seperti korban KDRT lainnya, kebanyakan mereka takut melaporkan suaminya ke polisi. Mereka takut suaminya akan balas dendam ketika keluar dari penjara. Mereka berani datang ke LSM untuk mengadu saja sudah terbilang bagus. Di luar sana, masih banyak para korban KDRT yang bungkam suara. Mereka lebih baik disiksa ketimbang harus kehilangan cinta dan nafkah. Padahal KDRT adalah tindak pidana. Para korban KDRT juga sebenarnya mendapatkan perlindungan. Inilah yang terus saya sosialisasikan kepada para korban KDRT.”

Mendangar penjelasan Mbak Lastri, pikiran saya langsung melayang-layang. Melesat cepat ke alam bawah sadar. Tiba-tiba penglihatan saya kabur. Dada saya sesak. Kepala saya mendadak pusing. Saya kemudian tak sadarkan diri.

Monday, July 5, 2010

Kupanggil Namamu-WS. Rendra

Sambil menyeberangi sepi
kupanggil namamu, wanitaku
Apakah kau tak mendengarku?

Malam yang berkeluh kesah
memeluk jiwaku yang payah
yang resah
kerna memberontak terhadap rumah
memberontak terhadap adat yang latah
dan akhirnya tergoda cakrawala.

Sia-sia kucari pancaran sinar matamu.
Ingin kuingat lagi bau tubuhmu
yang kini sudah kulupa.
Sia-sia
Tak ada yang bisa kujangkau
Sempurnalah kesepianku.

Angin pemberontakan
menyerang langit dan bumi.
Dan dua belas ekor serigala
muncul dari masa silam
merobek-robek hatiku yang celaka.

Berulang kali kupanggil namamu
Di manakah engkau, wanitaku?
Apakah engkau juga menjadi masa silamku?
Kupanggil namamu.
Kupanggil namamu.
Kerna engkau rumah di lembah.
Dan Tuhan ?
Tuhan adalah seniman tak terduga
yang selalu sebagai sediakala
hanya memperdulikan hal yang besar saja.

Seribu jari dari masa silam
menuding kepadaku.
Tidak
Aku tak bisa kembali.

Sambil terus memanggil namamu
amarah pemberontakanku yang suci
bangkit dengan perkasa malam ini
dan menghamburkan diri ke cakrawala
yang sebagai gadis telanjang
membukakan diri padaku
Penuh. Dan Prawan.

Keheningan sesudah itu
sebagai telaga besar yang beku
dan aku pun beku di tepinya.
Wajahku. Lihatlah, wajahku.
Terkaca di keheningan.
Berdarah dan luka-luka
dicakar masa silamku.

Is love an art? Is love an art? based on book :The Art of loving by Eric Fromm Share

This peculiar attitude is based on several premises which either singly or combined tend to uphold it. Most people see the problem of love primarily as that of being loved rather than that of loving, of one’s capacity to love. Hence the problem to them is how to be loved, how to be lovable. In pursuit of this aim they follow several paths. One, which is especially used by men, is to be successful, to be as powerful and rich as the social margin of one’s position permits. An-other, used especially by women, is to make oneself attractive, by cultivating one’s body, dress, etc. Other ways of making, oneself attractive, used both by men and women, are to develop pleasant manners, interesting conversation, to be helpful, modest, inoffensive. Many of the ways to make oneself lovable are the same as those used to make oneself successful, “to win friends and influence people.” As a matter of fact, what most people in our culture mean by being lovable is essentially a mixture between being popular and having sex appeal.

A second premise behind the attitude that there is nothing to be learned about love is the assumption that the problem of love is the problem of an object, not the problem of a faculty. People think that to love is simple, but that to find the right object to love—or to be loved by—is difficult. This attitude has several reasons rooted in the development of modem society. One reason is the great change which occurred in the twentieth century with respect to the choice of a “love object.”



danke fur Kang Kondoi…=)

Tuhan Sembilan Senti-Taufik Ismail (Puisi Bagi Para Perokok)

Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,
Di sawah petani merokok,
di pabrik pekerja merokok,
di kantor pegawai merokok,
di kabinet menteri merokok,
di reses parlemen anggota DPR merokok,
Di angkot Kijang penumpang merokok,
di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk orang bertanding merokok,
di loket penjualan karcis orang merokok,
di kereta api penuh sesak orang festival merokok,
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,
di andong Yogya kusirnya merokok, sampai kabarnya kuda andong minta
diajari pula merokok,
Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa-dewa bagi perokok,
tapi tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok,
Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai
kita,
Di pasar orang merokok,
di warung Tegal pengunjung merokok,
di restoran, di toko buku orang merokok,
di kafe di diskotik para pengunjung merokok,
Bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak tertahankan asap rokok,
bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun menderita di kamar tidur
ketika melayani para suami yang bau mulut dan hidungnya mirip asbak
rokok,
Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul saling
menularkan HIV-AIDS sesamanya,
tapi kita tidak ketularan penyakitnya.
Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok
di kantor atau di stopan bus,
kita ketularan penyakitnya.
Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS,
Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur
di dunia, dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap
tembakau itu, bisa ketularan kena,
Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,
di apotik yang antri obat merokok,
di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,
di ruang tunggu dokter pasien merokok,
dan ada juga dokter-dokter merokok,
Istirahat main tenis orang merokok,
di pinggir lapangan voli orang merokok,
menyandang raket badminton orang merokok,
pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok,
panitia pertandingan balap mobil, pertandingan bulutangkis, turnamen
sepakbola mengemis-ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok,
Di kamar kecil 12 meter kubik, sambil 'ek-'ek orang goblok merokok,
di dalam lift gedung 15 tingkat dengan tak acuh orang goblok merokok,
di ruang sidang ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-
orang goblok merokok,
Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu- na'im sangat ramah bagi
orang perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,
Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai
kita,
Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat
merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.
Mereka ulama ahli hisap.
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.
Bukan ahli hisab ilmu falak,
tapi ahli hisap rokok.
Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-
berhala kecil,
sembilan senti panjangnya,
putih warnanya,
kemana-mana dibawa dengan setia,
satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,
Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang,
tampak kebanyakan mereka memegang rokok dengan tangan kanan,
cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.
Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul yamiin dan
yang sedikit golongan ashabus syimaal?
Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu.
Mamnu'ut tadkhiin, ya ustadz. Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.
Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.
Haadzihi al ghurfati malii'atun bi mukayyafi al hawwa'i.
Kalau tak tahan, di luar itu sajalah merokok.
Laa taqtuluu anfusakum. Min fadhlik, ya ustadz.
25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan.
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir
diharamkan.
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok
diapakan?
Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz. Wa yuharrimu 'alayhimul
khabaaith.
Mohon ini direnungkan tenang-tenang, karena pada zaman Rasulullah
dahulu, sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok.
Jadi ini PR untuk para ulama.
Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok,
lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan, jangan,
Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini.
Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya
berapi itu,
yaitu ujung rokok mereka.
Kini mereka berfikir. Biarkan mereka berfikir.
Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap, dan ada yang mulai
terbatuk-batuk,
Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini,
sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit
rokok.
Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu
lintas,
lebih gawat ketimbang bencana banjir, gempa bumi dan longsor,
cuma setingkat di bawah korban narkoba,
Pada saat sajak ini dibacakan, berhala-berhala kecil itu sangat
berkuasa di negara kita,
jutaan jumlahnya,
bersembunyi di dalam kantong baju dan celana,
dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna,
diiklankan dengan indah dan cerdasnya,
Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri,
tidak perlu ruku' dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini,
karena orang akan khusyuk dan fana dalam nikmat lewat upacara
menyalakan api dan sesajen asap tuhan-tuhan ini,
Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.

Sepasang Kekasih yang Pertama Bercinta di Luar Angkasa-Frau

Direntang waktu yang berjejal dan memburai, kau berikan,
sepasang tanganmu terbuka dan membiru, enggan
Di gigir yang curam dan dunia yang tertinggal dan membeku
Sungguh, peta melesap dan udara yang terbakar jauh

Kita adalah sepasang kekasih yang pertama bercinta di luar angkasa
seperti takkan pernah pulang (yang menghilang)
Kau membias di udara dan terhempaskan cahaya
Seperti takkan pernah pulang, ketuk langkahmu menarilah di jauh permukaan
Jalan pulang yang menghilang, tertulis dan menghilang, karena kita, sebab kita, telah bercinta di luar angkasa

Mesin Penenun Hujan-Frau

Merakit mesin penenun hujan, hingga terjalin terbentuk awan
Semua tentang kebalikan, terlukis, tertulis, tergaris di wajahmu

Keputusan yang tak terputuskan, ketika engkau telah tunjukkan
Semua tentang kebalikan, kebalikan di antara kita

Kau sakiti aku, kau gerami aku
Kau sakiti, gerami, kau benci aku
Tetapi esok nanti kau akan tersadar
Kau temukan seorang lain yang lebih baik
Dan aku kan hilang, ku kan jadi hujan
Tapi takkan lama, ku kan jadi awan

Merakit mesin penenun hujan, ketika engkau telah tunjukkan
Semua tentang kebalikan, kebalikan di antara kita

There's no such thing as coincidence (again)

all i know that everything happens for a reason.
i’m here for some reasons,
so do the people.
so do you.
we haven’t known yet,
so,enjoy the show then..

Nuansa

tubuh sintalmu yang menebarkan wangi kayu manis,
rambut kucir kudamu yang selalu memperlihatkan leher jenjang nan menggoda,
bibir penuh yang semakin seksi ketika kau menghisap rokok.
pahatan sempurna.
maha karya agung.

sadarkah kau selalu menjadi objek fantasiku?
aku dibuat orgasme hanya dengan membayangkan lekuk tubuhmu.
ah, apalagi kalau aku benar ada di sana.
menggigit cuping telingamu,
sampai kau geli
sampai kau candu.
minta lagi dan lagi.


tidak, tidak.
aku bukan lelaki brengsek yang hanya tergiur buah dadamu.
lebih dari itu, aku memang mengagumimu.
getaran-getaran yang sulit dideskripsikan datang ketika kau mendekatiku
kalimat "buterflies in my stomach" memang benar adanya.
perutku keram, sakit, mual, ketika berbicara denganmu.

Nuansa,
namamu begitu indah.
indahkah juga bila aku yang ada di sana?
sayang,aku hanya bisa memandang dari kejauhan.

nuansa sayangku,
ah betapa aku ingin memanggilmu demikian.
sayang, aku harus puas dengan memanggilmu "kakak ipar"

Celoteh Busuk: Romansa Masa Muda

romansa masa muda
melenakan
wangi yang memabukkan
bergeliat
berbinar
keluar dari cangkang
bisa suka,hati hati petaka
semoga langkah terarah
agar tak punah

Thursday, July 1, 2010

Puisi-puisi Ada Apa Dengan Cinta?

"PUISI RANGGA I"

Perempuan datang atas nama cinta
Bunda pergi karena cinta
Digenangi air racun jingga adalah wajahmu
Seperti bulan lelap tidur di hatimu
yang berdinding kelam dan kedinginan
Ada apa dengannya
Meninggalkan hati untuk dicaci
Lalu sekali ini aku melihat karya surga
dari mata seorang hawa
Ada apa dengan cinta

Tapi aku pasti akan kembali
dalam satu purnama
untuk mempertanyakan kembali cintanya..

Bukan untuknya, bukan untuk siapa
Tapi untukku
Karena aku ingin kamu
Itu saja.







"PUISI RANGGA II"

Kulari ke hutan kemudian menyanyiku
kulari ke pantai kemudian teriakku
sepi, sepi dan sendiri
aku benci

Aku ngin bingar
aku mau di pasar
bosan aku dengan penat
dan enyah saja kau pekat
seperti berjelaga
jika ku sendiri

Pecahkan saja gelasnya
biar ramai
biar mengaduh sampai gaduh

Ah...ada malaikat menyulam
jaring laba-laba belang
di tembok keraton putih
kenapa tak goyangkan saja loncengnya
biar terdera

Atau aku harus lari ke hutan
belok ke pantai .........

Puisi-puisi Soe Hoek Gie

Sebuah Tanya

“akhirnya semua akan tiba
pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
apakah kau masih berbicara selembut dahulu?
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku”

(kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah mendala wangi
kau dan aku tegak berdiri, melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)

“apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
ketika ku dekap kau, dekaplah lebih mesra, lebih dekat”

(lampu-lampu berkelipan di jakarta yang sepi, kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya. kau dan aku berbicara. tanpa kata, tanpa suara ketika malam yang basah menyelimuti jakarta kita)

“apakah kau masih akan berkata, kudengar derap jantungmu. kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta?”

(haripun menjadi malam, kulihat semuanya menjadi muram. wajah2 yang tidak kita kenal berbicara dalam bahasa yang tidak kita mengerti. seperti kabut pagi itu)

“manisku, aku akan jalan terus
membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan
bersama hidup yang begitu biru”






(Puisi Gie)

ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke mekkah
ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di miraza
tapi aku ingin habiskan waktuku di sisimu sayangku

bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu
atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah mendala wangi
ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di danang
ada bayi-bayi yang mati lapar di Biafra

tapi aku ingin mati di sisimu sayangku
setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya
tentang tujuan hidup yang tak satu setanpun tahu

mari, sini sayangku
kalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padaku
tegakklah ke langit atau awan mendung
kita tak pernah menanamkan apa-apa,
kita takkan pernah kehilangan apa-apa”