Thursday, June 17, 2010

Berlindung di Pulau Tidung

Sekilas Tentang Tidung

Pulau Tidung merupakan salah satu pulau yang terdapat di kawasan Kepulauan Seribu. Pulau ini memiliki panjang sekitar 5 km dan lebar sekitar 200 m. Pulau tersebut terbagi menjadi dua bagian yakni Tidung Besar dan Tidung Kecil. Tidung besar merupakan pulau utama dengan penduduk sekitar 4000 jiwa. Menurut saya, pulau Tidung Besar sudah cukup established. Selain rumah penduduk, di pulau ini juga terdapat taman, sekolah dasar, kantor polisi, SMK, Madrasah, puskesmas, GOR, dan kantor polisi. Semua bangunan tertata apik dengan arsitektur minimalis yang saat ini sedang populer. Hampir semua jalan setapak tertutupi paving block.Dari hasil pengamatan saya, selain menjadi nelayan, banyak juga penduduk yang berprofesi sebagai pegawai pemerintahan, guru, dan tentu saja agen wisata.

Tidung Besar dan Tidung Kecil dihubungkan oleh sebuah jembatan kayu yang panjang (saya tidak tahu pasti jaraknya karena memang memiliki kesulitan dalam urusan hitung-menghitung). Suasana berbeda langsung terasa begitu memasuki Tidung Kecil. Pulau ini masih berupa hutan meskipun sudah ada jalan setapak yang terbuat dari paving block. Kawasan Tidung Kecil memang dikhususkan untuk perkembangbiakan Mangrove. Maka tak heran jika tidak ada penduduk yang tinggal di pulau tersebut.

Menurut penduduk setempat, Pulau Tidung ditemukan oleh orang Melayu ratusan tahun yang lalu. Nama “Tidung” sendiri berasal dari Bahasa Melayu yang berarti “tempat berlindung”. Konon katanya, pada zaman penjajahan, banyak pejuang yang berlindung di Tidung karena penjajah tidak bisa “melihat” pulau tersebut. Saya juga tidak mengerti kenapa si penjajah tak bisa melihat pulau itu. Maybe it was related to mystic things or something? Konon katanya lagi, di Tidung Kecil terdapat makam si penemu pulau. Sayang, saya tidak sempat mengecek lokasi makam keramat tersebut.Jadi saya tidak tahu apakah makam keramat tersebut benar adanya atau tidak.

Itulah sekilas tentang Pulau Tidung, sekarang berlanjut ke kisah perjalanan saya bersama teman-teman di pulau tersebut =)

Perjalanan dimulai =)

Perjalanan saya bersama rekan-rekan Jurnalistik ke Pulau Tidung dimulai dari Jatinangor. Senin (7/11) siang, kami pergi ke Jakarta dengan menggunakan bis Prima Jasa dari Cileunyi. Rencananya kami akan menginap satu malam di rumah seorang teman,Haffiyan, sebelum menyebrang dengan kapal laut dari Muara Angke. Jadwal keberangkatan kapal ke Pulau Tidung memang tidak sembarangan. Pada hari kerja, kapal hanya pergi satu kali sehari tiap pukul tujuh pagi. Sedangkan pada akhir pekan, kapal pergi tiga kali sehari (tapi sayang saya lupa jadwal keberangkatannya). Karena kami pergi pada hari kerja, maka menginap sehari sebelumnya di Jakarta adalah solusi tepat agar tidak ketinggalan kapal keesokan harinya. Sekitar pukul 18.00 kami sampai di rumah Haffiyan di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Di rumah Haffiyan, kami disuguhi makan malam yang lezat oleh ibunya. Sambil menunggu rekan lainnya (yang berdomisili di Jakarta) datang, kami pun berbelanja makanan ringan di grocery store. Setelah berbelanja, kami pulang dan beristirahat karena harus bangun pagi-pagi.

Terima kasih untuk keluarga Haffiyan karena mau menampung ke-lima belas orang mahasiswa yang penuh “semangat” ini.


Biaya:

Bis Prima Jasa Cileunyi-Jakarta : Rp. 26.000,-

Bis Mayasari (terminal Pasar Rebo-rumah Haffiyan) : Rp. 2.500,-

Snack : sesuai kebutuhan


Tips :

1. Pastikan jadwal keberangkatan. Dari mulai tanggal keberangkatan sampai pulang. Jangan lupa, jadwal keberangkatan kapal harus diperhatikan baik-baik. saran saya sih, lebih baik pergi saat weekdays. Meskipun harus naik kapal laut pagi-pagi, tapi pengunjung ke Tidung tidak terlalu ramai. Kita pun bisa lebih menikmati liburan karena tidak berdesakan dengan pengunjung lain…=)

2. Jika pergi bersama teman, tentukan meeting point. Pastikan lokasi meeting point tidak terlalu jauh dari dermaga ( Muara Angke/ Tangerang). Jika naik angkutan umum, pastikan akses transportasi mudah dijangkau. Lebih aman lagi kalau kita pergi ke dermaga dengan kendaraan pribadi.

3. Bawa perlengkapan pribadi sesuai dengan kebutuhan. Di Tidung terdapat banyak warung kecil. Jadi kalau makanan/peralatan mandi habis bisa dibeli di warung tersebut.


1st Day Trip : Benar-benar “Berlindung” di Pulau Tidung

Keesokan harinya, sekitar pukul lima pagi, kami pun berangkat ke Muara Angke. Karena jarak yang cukup jauh, dengan baik hati keluarga Haffiyan mengantarkan kami ke dermaga tersebut dengan menggunakan mobil pick up ! Dua mobil pick up dikerahkan untuk mengantarkan kami berenam belas.



ini adalah kali pertama saya naik pick up, di Jakarta pula! untung kami berangkat pagi-pagi jadi terbebas dari macet dan polusi kendaraan bermotor. it was totally fun! =)

Sekitar pukul enam pagi kami sampai di Muara Angke. Setelah mendaftarkan diri di seorang ABK, kami langsung menaiki kapal. Perjalanan dari Muara Angke ke Tidung memakan waktu sekitar tiga jam. Mendengar akan terombang-ambing di lautan selama tiga jam, saya langsung minum obat anti mabuk laut (saya bukan tipe orang yang gampang mabuk kendaraan, tapi antisipasi kan tidak ada salahnya =D). Pukul tujuh kami meninggalkan Muara Angke dan berlayar menuju Tidung…

Tiga jam kemudian kami sampai di Dermaga Pulau Tidung. Begitu menginjakkan kaki di Tidung, ekspetasi saya langsung berubah. Saya pikir Tidung adalah virgin island dengan suasana privasi yang kental. Ternyata di Pulau ini banyak penduduknya! Selain itu, saya juga melihat banyak sampah berserakan di sekitar pantainya. Wah, sayang sekali pemandangan secantik itu rusak karena tumpukan sampah…=(

Seorang guide sudah menunggu di dermaga. Ia kemudian mengantarkan kami ke penginapan. Tempat menginap kami bukan cottege atau hotel, melainkan rumah penduduk yang di sulap menjadi penginapan. Rumah yang kami tempati terdiri dari tiga kamar (satu tidak berkamar mandi), ruang tengah, dan ruang tamu. TV dan AC juga tersedia disini. Sayang, bagian belakang rumah menyatu dengan si pemilik. AC juga saling berbagi. Katanya sih, penginapan ini merupakan penginapan yang fasilitasnya lebih baik dibanding penginapan lain. Ya sudahlah, yang penting muat untuk 16 orang =)

Begitu sampai ke penginapan, kami baru sadar kalau tidak ada jaringan komunikasi di Pulau Tidung. Hanya ada satu tower provider di pulau ini. Sialnya, tower tersebut tersambar petir. Haha, benar-benar “berlindung” di Pulau Tidung…

Setelah beristirahat, sore harinya kami mulai berpetualang. Karena jarak dari penginapan ke pantai cukup jauh, kami pun menyewa sepeda. Jadi teringat zaman SD nih naik sepeda cinta…



perjalanan ke pantai barat.bagus kan pemandangannya…?seperti tim Laskar Pelangi. Hahaha.


Pantai Timur merupakan pantai yang menjadi objek wisata di Pulau Tidung. Kami pun bersepeda ke sana. Tapi ternyata kami salah jalan! Bukannya bersepeda ke arah timur, kami malah bersepeda ke arah barat. Kami pun berputar arah dan melanjutkan perjalanan ke arah timur. Jarak dari pantai barat ke timur lumayan jauh. Fiuh, capek juga naik sepeda…Tap langsung terbayar begitu sampai di pantai timur.




bagus banget kan pemandangannya??? Kata penduduk lokal, jembatan ini disebut “jembatan cinta”.


Kami langsung berfoto-foto di jembatan itu. Saya dan beberapa teman kemudian nekat “nyemplung” ke laut. Untung lautnya dangkal, jadi kami tak tenggelam…



it was fun =)

Setelah puas bermain di pantai, kami pun pulang ke penginapan. Rencananya, besok kami akan snorkelling di pantai ini.

Biaya

Kapal Muara Angke-Tidung : Rp.33.000,-

Penginapan :

Rp.600.000,- / malam x 2 hari = 1.200.000 dibagi 16 orang = Rp.75.000


Makan :

Rp.15.000,-/ hari x 6 kali makan = 90.000

Sewa sepeda :

Rp.15.000,- / hari x 2 hari + uang guide Rp.2000,-/hari : Rp.34.000,-

Tips

1. kalau mabuk laut, jangan lupa untuk minum obat anti mabuk laut! Antisipasi selama perjalanan.

2. Tempat saya menginap termasuk mahal. Kabarnya sih ada penginapan yang dibandrol seharga 300 ribu per malamnya. Pandai-pandai mencari tempat penginapan (nego kalo perlu!)

3. semakin banyak orang yang ikut, semakin murah harga jatuh sewa penginapannya.

4. Menurut saya sih, harga satu kali makan terlalu mahal. Tapi memang rata-rata segitu. Jumlah waktu Makan disesuaikan dengan berapa lama kita menginap. Tinggal disesuaikan saja. Kalau jago lobby sih, sekalian kita yang memilih menunya…karena saya kemarin tidak bisa memilih menu. Jadi seperti beli kucing dalam karung. he he he.

5. Disarankan menyewa sepeda. Jarak ke pantai cukup jauh. Kalau mau ngirit sih boleh, tapi tidak tanggung kalau badan encok-encok sesudahnya…he he.



2nd day Trip : Meet Mr. Lepo


Hari kedua kami snorkeling di kawasan pantai timur. Wow, saya excited sekali! Ini kali pertama saya snorkelling di laut. Jadi agak deg-degan dan takut tenggelam. Padahal saya sudah memakai perlengkapan menyelam seperti goggle, sepatu katak, dan life jacket.




sebelum berangkat snorkelling. Lengkap dengan segala peralatan menyelam =)





berpose dulu sebelum snorkelling di laut ! foto diambil menggunakan Instax milik Andini Patricia =)

Awlnya kami akan snorkelling di Pulau Air. Saya tidak tahu seberapa jauh jarak antara Pulau Tidung dan Pulau Air. Yang pasti, kita harus menyewa kapal untuk ke Pulau Air. Namun karena masalah finasial, akhirnya kami membatalkan rencana tersebut. Padahal sebenarnya, kawasan Pulau Tidung tidak bisa dijadikan tempat snorkelling karena lautnya yang terbilang dangkal. Tapi ya sudahlah, daripada tidak sama sekali?

Sebelum beraksi di laut,kami diberi petunjuk oleh guide tentang cara snorkelling yang baik dan benar. Setelah itu, kamu pun mulai berpetualang! Kurang lebih 3 jam kami snorkeliing dan menyaksikan ekosistem yang ada di bawah laut. Wah, cantik sekali ikan-ikannya! Terumbu karang yang terdapat di dalam lautnya besar-besar. But we have to be carefull! Ada beberapa jenis ikan beracun di dalam sana. Misalnya saja ikan lepo dan bulu babi. Jika terserang ikan tersebut, kita akan mengalami kelumpuhan selama empat bulan. Wah, ngeri juga ya…

Setelah selesai snorkeliing, kami pun beristirahat di pesisir pantai. Beberapa teman (termasuk saya) memberanikan diri untuk melompat dari jembatan yang tingginya lima meter ke laut yang memiliki kedalaman lebih dari tiga meter. Awalnya, kami takut mencoba. Bagaimana kalau tenggelam? Bagaimana kalau tidak balik lagi ke permukaan laut? Setelah beberapa teman menceburkan diri, saya pun mencobanya. satu…dua…tiga…BYURRRRR!!!!!! Wah, rasanya sulit dibayangkan! Campuran antara takut, penasaran, sekaligus menyenangkan! Rasanya seperti mau bunuh diri saja! Hahahaha. Untungnya saya pakai pelampung, jadi ketakutan akan tenggelam dapat diminimalisir.

Sedang asyik beristirahat, tiba-tiba salah satu teman saya, Indah, meringis kesakitan. Ternyata telapak kakinya terkena racun ikan Lepo! Wah, kami langsung panik! Racun ikan Lepo kan bisa menyebabkan kelumpuhan! Guide kami mengatakan bahwa Indah terkena serangan racun ikan lepo jenis tembaga. Tapi ia meyakinkan kalau Indahtidak akan kenapa-apa. Ia menjelaskan bahwa ikan lepo terdiri dari berbagai jenis. Ikan Lepo jenis tembaga bisa dibilang memiliki racun yang tidak terlalu berbahaya. Indah kemudian di bawa ke puskesmas terdekat. Untung ia segera dibawa ke puskesmas. Kalau tidak, racunnyamungkin akan menyebar ke seluruh tubuh dan menyerang jantung… :(



akibat terserang ikan lepo. Telapak kakinya sampai dibelek agar racun ikannya bisa dikeluarkan =(

Kami kemudain bertanya pada Indah:

“lho kok bisa terkena serangan ikan Lepo? Bukannya lo pakai sepatu katak ya?”

Ternyata, sepatu katak milik Indah kebesaran. Jadi ketika snorkelling, sepatunya lepas dan menginjak sesuatu. Awalnya, ia pikir menginjak terumbu karang. Ternyata, ia menginjak ikan lepo itu…

Tak lama kemudia kami pun bergegas pulang. Sore harinya, kami kembali ke pantai barat untuk melihat sunset. Sayang, langit hari itu ditutupi oleh awan sehingga mataharinya tak terlihat…




foto edisi persahabatan menggunakan self timer camera.

Matahari pun tenggelam, saatnya kembali ke penginapan…=)


Biaya

sewa alat snorkelling = Rp.35.000,-

sewa kapal * = Rp. 400.000,-

Tips

1. pastikan kita menggunakan perlengkapan menyelam dengan lengkap! Pastikan juga peralatan tersebut tidak rusak.

2. pilih sepatu katak yang ukurannya pas dengan kaki supaya tidak copot ketika snorkelling

3. Jangan lupa pakai sunblock agar kulit tidak terbakar. Labih baik lagi kalau pakai baju penyelam

4. hati-hati terhadap ikan lepo dan bulu babi! Jika terserang ikan jenis tersebut jangan panik! Langsung hubungi tour guide karena dia akan langsung menolong kita.

4. ciri-ciri terserang ikan lepo : kulit akan menjadi kebiruan setelah terserang ikan tersebut.

5. Ayo coba lompat dari jembatan setinggi 5 km! try everyting, at least once in your life…karena mengalahkan rasa takut adalah hal yang paling meyenangkan =)

3rd day trip: Time to go home =(


Kami meninggalkan Tidung sekitar pukul tujuh pagi, masih dengan menggunakan kapal. Perjalanan pulang lebih cepat setengah jam dari pada keberangkatan. Saya mendapat pengalaman baru dan cerita baru lagi dari perjalanan ke Tidung. Sekian catatan perjalanan kali ini, sampai jumpa lagi diperjalanan berikutnya…=)

all pictures are captured by Bagus Dwi Cahyo, Lalitya Hayuningtyas, Haekal Adzani, Ihsan Sitorus, and Anju Christian. Thanks for capturing those of memorable moments. cheers =)

Sunday, May 30, 2010

Secangkir Kopi Pahit.

secangkir kopi yang kau beri,
jangan kau anggap sebagai obat penangkas kantuk.
mata tak pernah lagi mengantuk
menyaksikan ampas tersisa dalam cangkir.

secangkir kopi yang kau beri,
bukan sogokan yang akan melegakan haus.
karena rasa manisnya tersamar
bahkan tak terasa sama sekali.

jangan kau beri lagi,
secangkir kopi lainnya.
lidah kelu,tenggorokan kering,
karena pahitnya tetap tertinggal.


-untuknya yang "memaksaku" meminum"kopi pahit"

Sunday, May 9, 2010

Dialog Ambang Pintu

“tok tok tok…!!!”

ia membuka pintu.

“Hei kamu, saya pikir siapa. Ayo masuk!”

Dia tak bergeming.

Ia mengernyitkan dahi. Bingung.

“Kamu kenapa? Ada masalah? Ayo masuk, di luar dingin! Nanti kamu sakit,”

Dia kemudian berkata,

“saya mau pamit,”

Ia semakin tak menegrti.

“Pamit? Memang kamu mau pergi kemana?”

“Ke tempat dimana saya tidak bisa mencium wangi kamu lagi. Ke tempat dimana saya bisa bernafas lega. selama ini saya selalu merasa sesak ketika berada di dekat kamu,”

“saya tidak mengerti! Kamu kenapa? Kamu sakit? Ada masalah? Ada yang mengganggu kamu? Bilang sama saya! Ada apa?” kata ia seraya membelai wajah perempuan di depannya.

“Cukup! Berhenti bersikap baik pada saya!” seru dia setengah berteriak.

Ia kaget. Ia melepaskan tangannya dari wajah itu.

Keduanya saling memandang.

“sikap baik kamu hanya akan menyulitkan saya…Ah, saya buang-buang waktu di sini. saya harus pergi,” ujar dia sembari beranjak meninggalkan tempat itu.

“sikap baik saya yang mana yang menyulitkan kamu?”

Dia berhenti. Berbalik arah dan menatap wajah ia lekat-lekat.

“Kamu tahu sendiri jawabannya,”

“saya tidak tahu…”

“kamu tahu!”

“saya tidak tahu!”

“Kamu seharusnya tahu!”

“Bagaimana saya bisa tahu kalau kamu tidak pernah memberi tahu?”

“Bagaimana saya bisa memberi tahu kalau kamu tidak pernah memberi saya kesempatan untuk memberi tahu?”

“Kok jadi berputar-putar sih? Ada apa sih ini sebenarnya? maksud kamu mau pergi itu kenapa? memang ada yang salah dengan saya? Kalau kamu keberatan dengan sikap saya selama ini, fine! Tapi jelaskan dulu kenapa kamu merasa seperti itu…saya, saya tidak paham… “

“…”

“…”

Dia menghela nafas. Tak lama kemudian dia berkata,

” Kamu egois. Kamu ingin saya selalu ada di sini. Menjadi penyemangat ketika kamu jatuh. Menjadi sandaran ketika kamu tidur…Tapi tidak pernah ada sedikitpun ruang untuk saya di sana. Hati dan pikiranmu hanya untuk perempuan yang menjadi obsesimu itu. Tak pernah ada saya di sana. Tiap sentuhan dan pelukan yang kamu beri, apa artinya? Tidak ada, kan? Demi tuhan, saya bukan robot. Saya masih punya perasaan, saya masih perempuan biasa. “

“Tapi…” belum sempat ia melanjutkan pembicaraanya, dia telah memotong.

“Saya belum selesai bicara, tolong jangan potong kalimat saya! Hhh… Pasti kamu akan berkata;’lalu kenapa kamu mau? saya tidak pernah memaksa kamu,’…Ya, itu juga yang menjadi pertanyaan saya selama kita bersama. Katakanlah, kepedulian yang terlampau besarlah yang membuat saya terus bertahan di sini. Lalu kemudian saya sadar. Untuk apa saya tetap disini, bersikeras untuk sesuatu yang tak mungkin saya dapatkan? Saya tidak pernah menyesal, sungguh. Saya anggap itu sebagai bentuk kepedulian saya, wujud nyata sebagai makhluk sosial. Sisanya, saya memilih untuk tidak terlibat dalam hidup kamu lagi. Biar tak ada lagi sakit. Biar tak ada lagi beban. Kamu pun bebas, terlepas. “

Dia memeluk ia erat.

“Saya tidak menginginkan apapun, sungguh. Bahkan dalam kasus ini, keinginan saya sudah tak penting lagi. Tapi jika kamu masih memiliki sedikit penghargaan pada perempuan ini, tolong hargai sikap saya. Jangan hubungi saya lagi, terima kasih.” Ujarnya sambil meninggalkan kos-kosan lelaki itu.

Ia hanya terpaku di ambang pintu kamarnya. Tak tahu mesti berbuat apa.

Tuesday, May 4, 2010

Cerita-cerita : Memori Altar

Bangunan ini begitu megah dan sakral. Jendelanya tinggi, dilapisi kepingan mozaik yang memantulkan warna indah. Di dalamnya, puluhan bangku yang terbuat dari kayu Mahoni berderet rapi. Bangku-bangku tersebut menghadap ke arah yang sama; patung sang juru selamat yang terpasung.

Tempat ini semakin cantik dengan dekorasi mawar putih dan hiasan pita berwarna biru di sekelilingnya. Karpet dengan warna senada terhampar dari pintu masuk sampai depan altar. Sepertinya ia tak sabar ingin diinjak sang mempelai yang tak lama lagi memasuki ruangan ini.

Aku berdiri di depan altar. Berdecak kagum dengan apa yang ku lihat. Sempurna. Aku jadi ingat tatapan tak percayamu ketika aku bisa menyewa katedral ini sebagai tempat pemberkatan pernikahan kita.

“Kamu serius? Sekarang kan Bulan Desember, biasanya Katedral itu tidak menerima acara pemberkatan pernikahan!”

“No, I dont. Nih, lihat buktinya…” jawabku seraya menyerahkan selembar kertas padamu. Kamu membacanya keras-keras.

” pernikahan atas nama Mario Wijaya dan Catherine Natasha. Katedral Santa Petrus, 18 Desember… I cant believe it!”

“You have to…”

“Rio…How come? Katedral itu selalu menjadi tempat impian menikahku sedari kecil…dan 18 Desember? aku akan menikah di hari ulang tahunku sendiri? For Christ’s shake…Sayang, aku…aku benar-benar speechless… “

“I will do everything for you, darling…”

Aku berjalan mengitari ruangan. Masih ada waktu setengah jam lagi sebelum pemberkatan dilaksanakan. Tamu pun belum berdatangan. Catherine, apa yang kamu pikirkan ya sekarang? Apa kamu sama gugupnya seperti aku? Huh, sungguh aku tak sabar ingin melihatmu dengan gaun pengantin rancangan desainer favoritmu itu. Sungguh aku tak sabar menyematkan cincin di jari manismu. Sungguh aku ingin segera mengumumkan pada dunia kalau kamu adalah istriku. Milikku.

Pandanganku kemudian tertuju ke pojok ruangan. Di sana terletak sebuah piano tua berwarna hitam. Setelah pemberkatan, aku akan memberikan kejutan untukmu. Aku akan bernyanyi sambil memainkan tuts-tuts piano untukmu. Ya, ya, ya. Mungkin ide ini terlihat konyol. Apalagi kamu tahu suara dan kemampuan bermain pianoku di bawah rata-rata. Apalagi jika dibandingkan dengan kemampuanmu. Tapi hari ini aku akan buktikan. Demi kamu, demi pernikahan kita. Tenang, aku tidak akan membuat tamu undangan kecewa. Kamu tak tahu kan kalau diam-diam aku les piano dan les vokal demi kesuksesan penampilanku nanti?

Kamu tidak pernah menyangka kan kalau aku yang akan menjadi pendampingmu? Pada awalnya juga aku berpikir demikian. Tapi bukan Mario namanya kalau tidak bisa mendapatkan yang ia inginkan. Prinsipku, tak ada yang tak mungkin dalam hidup ini. Termasuk untuk mendapatkan hatimu?

“Sinting kamu Mario!”

“Orang jatuh cinta kok dibilang sinting? Apa salah saya cinta sama kamu?”

“Tapi saya sudah punya tunangan! Saya sudah mau jadi istri orang…Kok kamu nekat banget sih???”

“Tapi belum kan? Selama belum ada pemberkatan, berarti saya masih bisa mendapatkan kamu!”

“Kamu gila, Mario! Kayak nggak ada perempuan lain aja di dunia ini…”

“Memang nggak ada. Saya yakin kamu adalah perempuan yang tepat untuk saya. Saya tahu itu sejak pertama kali bertemu kamu. Yang penting kan saya usaha dulu?”

“…”

Tentu kita tahu akhir ceritanya kan, Cathy? Akhirnya saya bisa mendapatkan kamu. Tidak gampang. Susah sekali malah. Apalagi saya harus menyusun strategi agar tidak seperti penghancur hubunganmu dengan mantan tunanganmu itu. And i won the battle. Hahahaha. Ini saja sudah membuktikan bahwa mantan tunanganmu itu tak pantas menjadi pendamping hidupmu. Kalau memang dia lelaki tulen, harusnya ia juga berusaha mempertahankanmu kan?

kreeeeeeeekkkk……

Aku menoleh ke arah pintu. Seorang perempuan paruh baya muncul dari luar ruangan. Ternyata itu ibumu. Ibumu cantik sekali. Mirip sepertimu. Aku jadi ingat bagaimana usahaku untuk mendapatkan hati ibumu. Beliau adalah satu-satunya orang yang menentang hubungan kita. Apalagi ibumu kadung simpatik dengan mantan tunanganmu itu. Tapi sepeti yang aku bilang, aku selalu bisa mendapatkan yang aku inginkan. Perihal meluluhkan hati ibumu sih kecil. Hahahhaha.

Ibumu berjalan medekatiku. Nafasnya memburu. Jalannya tergesa-gesa. Begitu sampai di hadapanku, ibumu langsung memelukku erat.

“Ada apa bu?” tiba-tiba perasaanku tak enak.

“…”

“…”

“Nak….Nak…Catherine dan ayahnya mengalami kecelakaan…kedua nyawanya tak tertolong lagi…” ujar ibumu sambil terisak.

Kemudian semua mendadak oleng. gelap. dan aku tak sadarkan diri.

Laila, Gadis Kecil Berambut Ijuk

Laila, gadis kecil berambut ijuk.
umurnya kurang lebih delapan tahun.
ia tak bersekolah,
” tak punya biaya,” keluhnya.
ayahnya kuli, ibunya buruh cuci.
jangankan sekolah,bisa makan saja sudah untung.

Laila, gadis kecil berambut ijuk.
umurnya kurang lebih delapan tahun.
sehari-hari bekerja demi membantu orang tua.
berdendang di atas gerbong kereta.
menyanyi lagu dangdut dengan tape butut.
suara cemprengnya menyeruak di sela kerumunan penumpang.

Laila, gadis kecil berambut ijuk.
umurnya kurang lebih delapan tahun.
hasil mengamen tak lantas menjadi miliknya.
ia mesti berbagi dengan si punya tape,
“uang sewa tape,” begitu katanya.
ia mesti membayar preman yang memalaknya.
kadang ia hanya membawa pulang uang receh.

Laila, gadis kecil berambut ijuk
umurnya kurang lebih delapan tahun.
kadang ia cemburu pada anak sebayanya.
memakai seragam, bermain sambil bercanda di pekarangan sekolah,
memakan es krim, membeli mainan baru…
semua keriaan masa kanak-kanak.

Laila, gadis kecil berambut ijuk
umurnya kurang lebih delapan tahun.
sayang ia tak bisa memilih,
terlalu takut untuk berontak,
tak mengelak, tak menolak.
“ya mungkin sudah nasib,”

Sajak-sajak: Mengelilingi Dunia Mu

aku ingin melihat kepingan mozaik yang tersusun indah di katedral-katedral Eropa.

aku ingin menyentuh lembut pasirmu, hei gurun-gurun di Timur Tengah.

aku ingin menyapa eksotika alam Afrika.

aku ingin bercengkrama dengan rekan satu ras di benua Asia.

aku ingin mengelilingi dunia Mu, tuhan.

Celoteh Busuk : Nyaman

Mungkin saya memang tidak penuh pesona seperti orang-orang yang pernah hadir di kehidupan kamu sebelumnya. Mungkin saya tidak sehebat orang-orang yang menjadi idolamu. Tapi saya menawarkan ini untukmu : rasa nyaman. sehingga kau tak perlu menjadi orang lain.

Sunday, April 25, 2010

Dan Kamu Benar

Dan kamu benar,
ternyata aku rindu ocehan-ocehan yang tak pernah berhenti mengalir dari bibirmu.

dan kamu benar,
ternyata aku candu harum tubuhmu.
harum yang membuat nyaman sekaligus membangkitkan imaji liarku.

dan kamu benar,
ternyata aku rindu gemericing gelang kakimu ketika kau melenggang masuk ke rumahku.

dan kamu benar,
ternyata pondasi logika yang sengaja kubangun rubuh oleh perhatian tulusmu

dan kamu benar,
ternyata aku terlalu picik, terlampau bodoh,
karena menampik semua pertanda.

dan kamu benar,
ternyata aku jatuh cinta padamu.

dan kamu benar,
ternyata aku sudah terlambat.


21 april 2010, di dalam shuttle bus menuju Jakarta.

Antara Logika dan Rasa

Terkadang kita
Terlalu bersikeras
Tak pakai perasaan
Slalu berpikir logis

Terkadang kita
Terlalu terhanyut
Tak mau analisis
Slalu gunakan rasa

*mengapa kita
Tak seimbangkan saja?

Antara logika dan rasa
Mestinya seirama
Hingga kita bisa menilai
Dari berbagai sisi

ironisme

Kau adalah sosok terangkuh
Tak pernah mau akui kesalahan
Kau adalah sosok terpicik
Tak pernah mau pedulikan

Sungguh ironis,
Dibalik sikap manis

Memang tak kasat mata
Semua yang kau lakukan
Tapi pasti kau ingat
Tak kan mungkin terlupa

Jangan pernah mengira
Kau kan terbebas
Kau hanya menunggu waktu
Sebelum akhirnya
Kau terpuruk

absurd

Bergumul dengan rasa
Begitu dekat, tanpa sekat
Tapi terasing
Seperti tak pernah terwujud
Atau memang tak punya bentuk?

AH!

saya jengah,
ia amarah,
semua lengah,
tak ada jalan tengah!
ah!

kisah-kisah,
tak berarah,
enggan merekah
ah!

dulu desah,
kini resah
kita kalah
semua susah
ah!

Laila, Gadis kecil berambut ijuk

Laila, gadis kecil berambut ijuk.
umurnya kurang lebih delapan tahun.
ia tak bersekolah,
" tak punya biaya," keluhnya.
ayahnya kuli, ibunya buruh cuci.
jangankan sekolah,bisa makan saja sudah untung.

Laila, gadis kecil berambut ijuk.
umurnya kurang lebih delapan tahun.
sehari-hari bekerja demi membantu orang tua.
berdendang di atas gerbong kereta.
menyanyi lagu dangdut dengan tape butut.
suara cemprengnya menyeruak di sela kerumunan penumpang.

Laila, gadis kecil berambut ijuk.
umurnya kurang lebih delapan tahun.
hasil mengamen tak lantas menjadi miliknya.
ia mesti berbagi dengan si punya tape,
"uang sewa tape," begitu katanya.
ia mesti membayar preman yang memalaknya.
kadang ia hanya membawa pulang uang receh.

Laila, gadis kecil berambut ijuk
umurnya kurang lebih delapan tahun.
kadang ia cemburu pada anak sebayanya.
memakai seragam, bermain sambil bercanda di pekarangan sekolah,
memakan es krim, membeli mainan baru...
semua keriaan masa kanak-kanak.

Laila, gadis kecil berambut ijuk
umurnya kurang lebih delapan tahun.
sayang ia tak bisa memilih,
terlalu takut untuk berontak,
tak mengelak, tak menolak.
"ya mungkin sudah nasib,"

NI Hou Ma, Petjinan Bandung?

Minggu (4/4) lalu, Komunitas Aleut kembali mengadakan tur jalan kaki (ngaleut) untuk menyingkap sisi lain sejarah Kota Bandung. Tema ngaleut kali ini adalah “Menelusuri Kawasan Pecinan”. Tema yang menarik membuat orang penasaran. Maka tak heran jika peserta yang mengikuti kegiatan tersebut cukup banyak. Ada sekitar 30 orang yang menjadi peserta tur, dari mulai mahasiswa, karyawan, guru, wartawan, bahkan sampai murid SMP.

Pukul 07.30 para peserta berkumpul di depan Gedung Merdeka jdi alan Asia Afrika. Sambil menunggu peserta lain datang, mereka pun melakukan sesi perkenalan. Setelah semua peserta berkumpul, Bang Ridwan (selanjutnya disebut BR) memberikan arahan singkat mengenai rute plesiran. Ia juga menjelaskan sejarah kedatangan etnis Tionghoa di Paris van Java.

BR memaparkan bahwa ada dua versi sejarah yang menceritakan kedatangan etnis Tionghoa di Kota Bandung. Pertama, ketika Deandles membuat post weg di Bandung. Deandles mendatangkan etnis Tionghoa dari Cirebon dan memperkerjakan mereka sebagai tukang kayu di sini. Versi kedua menjelaskan bahwa warga Tionghoa yang berada di kota kembang dulunya adalah korban Perang Dipenogoro. Mereka yang merasa terancam keselamatannya sengaja pindah ke Bandung demi mendapatkan hidup yang lebih aman dan nyaman. Saya sendiri tidak tahu versi sejarah mana yang mendekati kebenaran. Namun yang pasti, warga etnis Tionghoa sudah hidup berdampingan dengan warga Bandung asli sejak sekian lama.

BR kemudian menjelaskan bahwa Pecinan yang ada di Kota Bandung memiliki keunikan tersendiri dibandingkan pecinan di kota lain. Pecinan Bandung merupakan satu-satunya perkampungan China di Indonesia yang tidak dibatasi oleh tembok. Biasanya, perkampungan China di Indonesia selalu dibatasi oleh tembok besar sehingga ada batasan yang jelas antara pemukiman pribumi dan pemukiman etnis Tionghoa. Ini merupakan kebijakan yang dibuat pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1826. Kebijakan itu menyatakan bahwa setiap etnik yang ada di satu kota harus disatukan dalam sebuah wilayah. Selain tidak ditembok, warga Tionghoa di Bandung pada zaman itu juga tidak harus memiliki surat izin ketika keluar dari perkampungan.

Setelah diberi uraian singkat mengenai asal mula kedatangan etnis TionghoA di Kota Bandung, para pegiat Aleut kemudian menelusuri jalan Asia Afrika. Mereka sempat berhenti di sebuah tempat di dekat kantor Pos (saya lupa nama jalannya). Di tempat itu terdapat sebuah lapangan dan beberapa garasi tua. BR megatakan bahwa pada saat pembuatan post weg, garasi ini dijadikan pos pergantian transportasi-yang ketika itu menggunakan kuda. Pos garasi ini bukan satu-satunya tempat pergantian transportasi. Pos garasi tersebut menyebar sepanjang rute pos weg. Jarak antara satu pos dengan pos lainnya sekitar 15 KM. Di sekitar pos juga selalu dibangun instal air dan penginapan (pasanggrahan) untuk peristirahatan pemerintah Hindia Belanda.

Setelah mengamati pos garasi tua, para pegiat pun melanjutkan perjalanan ke arah jalan Alkateri. BR kemudian menghentikan langkahnya di depan sebuah toko tua bernama Dezon NV. Dezon (dalam bahasa Belanda berarti Matahari) merupakan toko milik seorang berkebangsaan Jepang. Bila dilihat dari arsitekturnya yang bergaya art deco geometri, toko ini di bangun sekitar tahun 1925. Toko ini sudah berdiri sebelum Jepang menduduki nusantara. Konon kabarnya, toko Dezon NV berisi mata-mata dari Jepang. Entah benar atau tidak.

Para pegiat kemudian memasuki jalan Alkateri. Jalan ini diambil dari nama tuan tanah berkebangsaan Arab yang hidup di awal abad 20-an. Saya sendiri agak heran mengapa di kawasan pecinan terdapat sebuah jalan yang namanya so Arabic. Seingat saya, BR menjelaskan tentang hal ini. Tapi saya tidak sedang memerhatikan jadi ada beberapa bagian sejarah yang terlewat.

Di jalan Alkateri terdapat sebuah gang kecil bernama Gang Al Jabri. Dulu, gang ini merupakan pusat penjualan Opium di Kota Bandung. Sekarang Gang Al Jabri menjadi kios barang antik. Sayang hari itu tidak ada satu kios pun yang buka.

Pegiat terus menelusuri Jalan Alkateri. Mereka langsung terpana ketika melihat sebuah kedai kopi kecil bernama “Purnama”. Sebagian besar dari mereka sepertinya baru tahu bahwa di Alkateri terdapat sebuah warung kopi yang sudah berdiri sejak tahun 1929 itu. Warga Tionghoa tempo dulu selalu menyempatkan diri datang ke kedai kopi di waktu-waktu tertentu agar bisa bersosialisasi dengan lingkungan mereka. Inilah yang coba dihadirkan di warung kopi Purnama. Maka tak heran jika di waktu-waktu tertentu, warung ini ramai oleh pengunjung. Sayang para pegiat tidak sempat memasuki warung ini karena hari semakin siang.

Ketika menelusuri Jalan Alkateri, kita akan melihat sebuah gang kecil di samping kiri dan kanan blok (1 blok terdiri dari lima rumah). Gang kecil ini disebut branhang (dari bahasa Belanda yang berarti gang kabakaran). Ketika itu, kebanyakan rumah warga Tionghoa terbuat dari kayu yang rentan terbakar. Oleh karena itu, mereka membuat sebuah gang kecil yang berfungsi sebagai tempat menyelamatkan diri jika terjadi kebakaran. Sayang saat ini branhang tidak lagi berfungsi. Bahkan orang-orang yang tak bertanggung jawab sengaja melebarkan rumahnya sampai batas branghang tersebut.

Selain warung kopi Purnama, ternyata masih banyak objek kuliner yang terdapat di jalan Alkateri, yakni; lotek pincuk Alkateri, Rondo Jahe, serta Cendol Gentong. Sayang para pegiat tidak bisa menikmati panganan itu karena mereka tutup di hari Minggu.

Mereka terus melakukan perjalanan dan akhirnya melewati Pabrik Kopi paling terkenal di Kota Bandung;Kopi Aroma. Lagi-lagi para pegiat hanya bisa gigit jari karena pabrik dan kedai kopinya tutup. Padahal di hari biasa, pemilik Pabrik selalu memberikan kesempatan bagi pengunjung yang ingin melihat proses pembuatan kopi legendaris tersebut.

Pegiat melanjutkan perjalanan. Dari kejauhan, mereka bisa melihat Pasar Baru yang menjulang tinggi. Mereka melewati bangunan tersebut, menyebrang di jembatan penyebrangan, lalu kemudian berjalan lagi. BR menghentikan perjalanan dan memperlihatkan foto-foto zaman dulu. Ia kemudian memperlihatkan foto Pasar Baru zaman dulu. Saya takjub sekali melihat bangunan Pasar Baroe tempo dulu. Menurut saya, bangunan Pasar Baroe tempo dulu lebih bagus dan elegan dibandingkan bangunan yang sekarang.

Ada fakta menarik soal Pasar Baru yang sayang untuk dilewatkan. Pasar Baroe didirikan sekitar tahun 1916. Pasar ini merupakan pindahan dari pasar Ciguriang yang terbakar. Pasar Baroe juga pernah menjadi pasar paling teratur dan terbersih di Hindia Belanda. Wah, kalau dibandingkan dengan pasar baru yang sekarang , rasanya jauh berbeda ya?

Setelah diberi penjelasan seputar Pasar Baru, mereka pun melanjutkan perjalanan. Mereka melewati kios obat-obatan China “Babah Kuya” dan sempat menikmati Es Goyobod Kuno 49. Setelah beristirahat sejenak, mereka pun malanjutkan perjalanan. Panas yang menyengat membuat para pegiat kelelahan. Mereka akhirnya beristirahat lagi sambil menikmati Cakue Osin (berdiri sejak tahun 1920).

Di dekat Cakue Osin terdapat sebuah bioskop tua. Sebenarnya bioskop ini menghadap ke Kebon Jati sehingga para pegiat hanya bisa melihat bagian belakang bangunan tersebut. Bioskop ini dulu bernama Preanger, lalu berubah nama menjadi Luxor, sebelum akhirnya berganti nama menjadi Roxy. Pada tahun 1926, bioskop tersebut menayangkan film berbicara untuk pertama kalinya. Saat ini, bioskop tersebut telah beralihfungsi menjadi sebuah kantor asuransi.

Hari semakin siang dan udara Kota Bandung semakin panas. Para pegiat Aleut kembali melanjutkan perjalanan. Mereka kemudian menyusuri jalan Kebon Jati. Di sana, mereka melihat Hotel Surabaya (berdiri sejak tahun 1886) yang tengah dibangun bagian belakangnya. Mereka kemudian berjalan ke arah Gardujati dan memasuki kawasan lokalisasi terkenal di Bnadung;Saritem.

Setelah berjalan menelusuri Saritem, mereka pun sampai di jalan Kelenteng. Mereka takjub ketika melihat sebuah kelenteng dengan ornamen dan warna khas etnis Tionghoa berdiri tegak dan kokoh. Kelenteng ini bernama Kelenteng Satya Budhi. Kelenteng ini sudah berdiri sejak tahun 1865. Semula kelenteng ini bernama Kelenteng Istana Para Dewa (Hiop). Pada tahun 1885, kelenteng ini berganti nama menjadi Than Ki Ong.

Di sebelah Kelenteng Satya Budi, terdapat sebuah Vihara bernama Budha Gaya. Dulu, sebelum Konghucu diakui, warga Tionghoa menggunakan vihara sebagai “kamuflase” peribadatan mereka. Biasanya warga Konghucu beribadat di dalam vihara supaya aman dan tidak diketahui oleh pemerintah. Setelah Konghucu diperbolehkan, maka vihara itu pun membuat bangunan baru.

Sebagian dari pegiat Aleut memasuki kelenteng Satya Budhi. Kebanyakan dari mereka baru pertama kali masuk ke kelenteng. Di sana mereka memerhatikan etnis Tionghoa yang sedang beribadah, sekaligus mengabadikan momen tersebut dalam sebuah gambar.

Kelenteng Satya Budhi merupakan tempat terakhir dari plesir edisi pecinan. Meskipun lelah terlihat dari wajah mereka, tapi hal itu terbayar oleh pengetahuan serta engalaman mengesankan yang mereka dapatkan melalui ngaleut ini. Sampai jumpa lagi di plesir berikutnya! xie-xie…

Friday, April 2, 2010

Simpanan

“Kamu sinting, Lena!”

“Lebih baik aku dibilang sinting daripada tak jujur pada diri sendiri,”

“ Aku masih tak habis pikir. Kenapa kamu memilih bersamanya?”

“Aku mencintainya,”

“Ok, let me break it down to you. You gave him oh-so-called great sex and he gave you those of branded stuffs. Then you called it, what, love??? Oh come on… ”

“ Don’t start darling. You don’t know anything…”

“ Tapi kenapa harus dengan lelaki seperti itu? Kalau tujuan kamu ingin mendapat hidup yang lebih baik, aku sanggup melakukan itu!”

“ Kenapa sih kamu terus mencampuri urusanku??? We’re over, remember?”

“ Tapi aku masih peduli sama kamu! Believe me, you deserve better!”

“ Kalau kamu peduli, kamu tidak akan berpikiran dangkal seperti mereka! Kamu tidak akan menganggap hubunganku dengannya hanya berlandaskan materi dan seks. You know me, for god’s sake! ”

“ Oke, kamu mencintainya. Mungkin juga dia. Tapi dia beristri! Bahkan anak terbesarnya seusia denganmu!!! Kamu…dimana otakmu Lena? Kamu tidak kasihan pada keluarganya? Apa kata ibumu nanti kalau tahu anaknya…”

"Sejak kapan kamu peduli dengan norma-norma? BUkannya kamu selalu bilang kalau cinta itu bisa datang kapan saja, dimana saja, dan dengan siapa saja, sekalipun harus membentur norma-norma?Ah, Cukup! I can’t stand with this anymore. Sejak kapan aku punya otak kalau soal percintaan??? Bahkan aku sudah gila ketika memutuskan berpacaran denganmu, kan? Ibuku mungkin akan sekarat jika tahu akau berpacaran dengan Mas Danu. Tapi ibuku bisa mati kalau tahu aku pernah berpacaran denganmu! ”

“…”

“Dan satu lagi, having sex with a guy 1000 times better than having sex with a girl, Marina…”

si kereta marjinal

Si kereta marjinal,
Bukan sekedar tukang antar
Setiap gerbongnya menetas cerita
Di balik bordesnya ada kehidupan
Ini bukan sembarang kereta,
Ini kereta paling istimewa

Wajah-wajah lelah penuh peluh
Berdesakan berebut oksigen
Bau ketiak campur parfum murahan menyeruak
Asap rokok tak mau kompromi
Mengepul di sana- sini

Orang lalu lalang, teriak-teriak
Menjajakan apa saja,
Asal bisa bawa pulang uang;
“Lem tikus…lem tikus…
minum…minum…minum…
tahu…tahu…tahunya mas…
jeruk, jeruk lima ribu saja…
senter, alat tulis, jam tangan,
pisau dapur,…#%$”

Dari kejauhan terdengar musik dangdut
Ada yang bernyanyi dengan nada sumbang
Kemudian meminta balas kasih,
Tak apa, asal bisa makan, katanya

Kondektur tiba memeriksa karcis,
Seribu rupiah saja harganya,
Itupun banyak yang tak beli
Malah memilih berdiri di atas gerbong


Di dalam sana, tiap orang saling curiga
Barang bawaan dipegang erat-erat
Takut penumpang sebelah copet
Yang siap mengambil dompet

Si kereta marjinal,
Meski renta tak pernah mati
Meski buruk rupa tak pernah dicela
Di dalamnya ada potret realita
Ini bukan sembarang kereta,
Ini kereta paling istimewa.

Thursday, February 18, 2010

Celoteh Busuk: Menyerah Bukan Nama Tengah

seperti ada yang menghalangi tiap kali bergerak. sesuatu yang tak tampak,tapi merusak. tidak.tak bakal saya hentikan pergumulan ini hanya karena itu. sesak pasti selalu ada. tapi tak kan mengurangi niatku untuk meraup oksigen sebanyak mungkin. sungguh aku punya hak atas ini.aku tak akan menyerah.

Celoteh Busuk: :(

sebut saya cengeng.tapi terkadang air mata bisa sangat menenangkan pasang surut hidup.rasa aman yang berkurang tiap harinya.pandangan yang semakin buram. oh saya tak ingin terus berpaku tangan.menantikan diri saya lebur di dalam pusaran waktu. saya hanya ingin kesempatan. ataukah kesempatan juga berbayar kali ini?sungguh saya tak pernah mengharapkan fase yang satu ini. saya selalu beranggapan jika banyak hal yang bisa kita dapatkan tanpa merasa tertekan keadaan. atau ini hanya bentuk penghiburan diri saja?ah!

Wednesday, February 17, 2010

Celoteh Busuk: Teman Bicara

Saatnya berterus terang. Dibalik sikap yang terkesan MANDIRI, saya juga bisa merapuh. Meronta. Mendadak oleng. Terserang rasa yang tidak lazim. Benar,air mata terkadang bisa menenangkan. Tapi apakah itu akan membuat saya tertawa keesokan harinya?

Saya tidak ingin siapa-siapa. Saya bahkan terkadang tidak tahu kenapa saya begitu resah. Kita datang seorang diri, di liang lahat pun begitu.Tapi toh saya makhluk sosial yang kadang tak bisa menjamah semuanya sendiri.

Saya tipe manusia yang tidak bisa bercerita pada sembarang orang. Itu adalah masalah saya. Tapi saya butuh itu, butuh teman bicara. Yang semoga bisa mengerti. yang semoga bisa saling berbagi.

Celoteh Busuk: Teman Bicara

Saatnya berterus terang. Dibalik sikap yang terkesan MANDIRI, saya juga bisa merapuh. Meronta. Mendadak oleng. Terserang rasa yang tidak lazim. Benar,air mata terkadang bisa menenangkan. Tapi apakah itu akan membuat saya tertawa keesokan harinya?

Saya tidak ingin siapa-siapa. Saya bahkan terkadang tidak tahu kenapa saya begitu resah. Kita datang seorang diri, di liang lahat pun begitu.Tapi toh saya makhluk sosial yang kadang tak bisa menjamah semuanya sendiri.

Saya tipe manusia yang tidak bisa bercerita pada sembarang orang. Itu adalah masalah saya. Tapi saya butuh itu, butuh teman bicara. Yang semoga bisa mengerti. yang semoga bisa saling berbagi.